Sunday, August 3, 2025
Artikel PublikArtikel

Tak Seorang Pun Ingin Berlama-lama di Rumah Sakit: Mengapa dan Bagaimana Kaizen dan Lean Meningkatkan Nilai Pelayanan Kesehatan

Di tengah pusaran dinamika regulasi, ketatnya akreditasi, kompleksitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta gelombang transformasi digital dan ekspektasi masyarakat yang makin tinggi, Fasyankes di Indonesia bergulat dengan tantangan pelik. Tak seorang pun ingin berlama-lama di rumah sakit, baik pasien yang ingin cepat pulih, pengantar yang menanti dengan cemas, maupun karyawan yang mendambakan efisiensi agar punya waktu pengembangan diri. Begitu pula pihak penjamin pasien atau pembayar juga menginginkan kejelasan biaya dan efisiensi agar dana yang dikeluarkan benar-benar tepat sasaran.

Artikel ini membahas alasan mengapa dan bagaimana Kaizen dan Lean dapat diterapkan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka meningkatkan nilai pelayanan kesehatan. Mewujudkan hal-hal yang menjadi harapan para pihak sebagai alasan mengapa implementasi prinsip kaizen dan lean diterapkan, tentang harapan implisit para pasien, keluarga pasien, penjamin/pembayar, dan karyawan rumah sakit yang dihadapkan pada tantangan permasalahan di rumah sakit. Bagaimana filosofi budaya kaizen dan manajemen lean hadir sebagai salah satu kompas dalam pengelolaan operasional fasyankes, baik rumah sakit, klinik, puskesmas, laboratorium, maupun apotek. Kaizen dan Lean yang menawarkan pendekatan sistematis untuk mengurai benang kusut pemborosan dan ketidaknyamanan, bukan hanya demi keuntungan semata, melainkan untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang efisien terarah, efektif terukur, aman bagi pasien, mengedepankan nilai pelanggan, menjaga keselamatan kerja karyawan, serta menjamin kelangsungan dan pertumbuhan fasyankes di masa depan yang serba cepat. (Widiyas Hidhayanto, 2025)

Harapan Implisit: Rasa Para Pasien, Keluarga Pasien, Penjamin/Pembayar, dan Karyawan Rumah Sakit

Kita semua tahu perasaan saat terpasak harus berada pada posisi sebagai pasien di Rumah Sakit. Dalam kondisi yang sakit, tidak nyaman, harus berada di tengah sesama pasien yang sedang mengidap penyakit dan sama-sama menanti untuk dilayani atau bersabar dalam masa perawatan atau penyembuhan. Aroma antiseptik yang khas, deretan kursi di ruang tunggu, atau tatapan cemas dari anggota keluarga menjadi sajian alami yang kita saksikan dan rasakan. Rumah sakit, bagi sebagian besar dari kita, bukanlah tempat yang ingin kita kunjungi, apalagi berlama-lama di sana. Kebutuhan akan pelayanan di Rumah Sakit, sebagian besar didorong oleh kondisi yang sangat tidak diinginkan, yaitu “sedang sakit”. Pasien tentu ingin cepat sembuh, cepat pulang, dan cepat sehat. Mereka ingin mendapatkan pelayanan terbaik, diagnosis akurat, dan perawatan yang efektif, namun dengan harapan biaya tetap hemat dan prosesnya tidak berlarut-larut.

Pikirkan tersebut tidak hanya pada benak pasien, namun juga para pengantar atau penunggu pasien. Mereka mungkin harus cuti kerja, meninggalkan anak-anak di rumah, atau sekadar merasa cemas melihat orang yang disayanginya sakit. Setiap menit yang mereka habiskan menunggu adalah waktu yang berharga dan energi yang terkuras. Begitu pula dengan penjamin atau pembayar, yang menginginkan kejelasan biaya dan efisiensi agar dana yang dikeluarkan benar-benar tepat sasaran. Bahkan, bagi mereka yang sekadar mampir, mungkin untuk menjenguk atau mengurus administrasi, berharap prosesnya lancar dan tidak memakan banyak waktu.

Ironisnya, di sisi lain, karyawan rumah sakit pun punya harapan yang sama. Para dokter, perawat, analis laboratorium, hingga staf administrasi, mereka semua ingin melayani dengan cepat dan efektif. Mereka ingin memastikan setiap pasien mendapatkan penanganan optimal tanpa hambatan berarti. Bukan hanya demi pasien, tetapi juga demi diri mereka sendiri. Dengan alur kerja yang efisien, mereka punya waktu untuk istirahat, mengembangkan diri, bahkan sekadar menarik napas lega di tengah padatnya jadwal. Staf yang bahagia dan tidak kelelahan tentu akan memberikan pelayanan yang lebih baik.

Realitas Fasyankes Indonesia: Tantangan di Segala Penjuru yang Harus Dihadapi dan Peluang yang Terlalu Berharga Untuk Dilewatkan

Saat ini, Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) di Indonesia, mulai dari Puskesmas hingga Rumah Sakit besar, hidup di tengah badai tantangan yang tak ada habisnya. Mari kita bayangkan, mereka berada di tengah medan gelombang yang begitu dinamis, baik itu dinamika regulasi, tuntutan akreditasi, sistem JKN (Kapitasi, INA-CBG’s atau yang nantinya akan menjadi I-DRG), persaingan ketat, globalisasi, transformasi digital, dan perubahan perilaku masyarakat. Belum lagi ditambah fenomena kemunculan penyakit baru. Adopsi perkembangan teknologi dan teknik medis juga menjadi peluang sekaligus tantangan yang penting dan relevan untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan ketelitian dan akurasi diagnosa, efektivitas tindakan medis, dan efisiensi penggunaan sumber daya

Dinamika regulasi yang mengatur berbagai “aturan main” dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, atau berbagai instansi pemerintah lainnya dapat berubah dan mengalami pembaharuan. Hari ini begini, kemungkinan besok ada kebijakan baru yang mengharuskan adaptasi. Balum lagi tuntutan akreditasi tentang standar kualitas dan keamanan pelayanan yang harus terus ditingkatkan. Rasanya seperti ujian nasional yang tak pernah usai, di mana setiap detil harus sempurna.

Peraturan terkait JKN dan sistem pembayaran melalui kapitasi dan INA-CBG’s (yang nantinya akan menjadi I-DRG) dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertujuan mulia, di satu sisi, memberikan akses luas. Namun, di sisi lain fasyankes harus cerdas mengelola aktivitas dan biaya agar tidak merugi. Ini menuntut efisiensi tingkat tinggi, dan desain aktivitas kerja yang efektif.

Persaingan semakin ketat dengan adanya rumah sakit baru terus bermunculan, klinik-klinik semakin menjamur. Pasien punya banyak pilihan, dan mereka akan memilih yang terbaik, tercepat, dan termurah (tentunya dengan kualitas yang terjamin). Ditambah pintu globalisasi yang semakin terbuka, sehingga standar internasional semakin menjadi patokan. Pasien bisa saja membandingkan pelayanan di Indonesia dengan rumah sakit di luar negeri.

Transformasi digital dari rekam medis elektronik hingga telekonsultasi, teknologi terus mendobrak pintu. Siapa yang tidak beradaptasi akan tertinggal. Perkembangan teknologi tidak berhenti, dan terus bergulir semakin cepat, tidak hanya dalam hal teknologi informasi dan digitalisasi, namun juga perkembangan terobosan teknologi artificial intellegence dan machine learning dalam hal diagnostik, mekanika atau robotika dalam tindakan dan perawatan, otomatisasi dalam hal proses bisnis dan administrasi, pengelolaan dan pemanfaatan big data secara bijak dan aman, serta integrasi antara funsi dan interoperabilitas antara entitas ekosistem kesehatan. Semua merupakan bentuk upaya bersama untuk menghadirkan pelayanan kesehatan yang semakin efektif dan berkualitas, serta meningkatkan kualitas hidup manusia.

Perilaku Masyarakat kini jauh lebih kritis dan melek informasi. Keluhan sekecil apa pun bisa viral, dan tuntutan akan pelayanan prima tak bisa ditawar. Informasi semakin mudah dan cepat tersebar, bahkan penyaring dan filter tentang kebenaran, validitas, dan keabsahan informasi juga semakin sering diterabas. Dibutuhkan kepekaan dalam merespon fenomena ini, bahwa jejak digital itu ada, dan tidak semuanya dapat dihilangkan, harus direspon secara bijak dan cerdas.

Pola hidup dan kesadaran akan kesehatan juga telah banyak berevolusi. Tidak semata-mata untuk sembuh dari suatu penyakit yang telah diidap, namun juga untuk menghindari dari terjadinya suatu penyakit, untuk menjaga kebugaran, merawat kebahagiaan, dan meningkatkan kepercayaan diri. Layanan kesehatan tidak melulu tentang kuratif dan rehabilitatif. Kolaborasi sektor kesehatan dan sektor pariwisata telah menghadirkan peluang health tourism dan wellness tourism. Kolaborasi industri gaya hidup, fashion, dan sektor kesehatan telah memicu semakin banyaknya produk dan layanan skincare. Berbagai inovasi bermunculan dan terus akan bergulir sebagai reakti terhadap evolusi pola hidup dan kesadaran akan kesehatan.
.

Kaizen dan Lean: Pendekatan Strategi Operasional Berorientasi Nilai (Value Driven) untuk Fasyankes

Di tengah harapan implisit dan realitas yang telah diuraikan di atas, bagaimana Fasyankes bisa memposisikan diri bagi semua pihak, baik dari pelanggan, karyawan, maupun masyarakat. Merangkai sinergi harapan implisit bahwa tak seorang pun ingin berlama-lama di rumah sakit, baik pasien yang ingin cepat pulih, pengantar yang menanti dengan cemas, karyawan yang mendambakan efisiensi agar punya waktu pengembangan diri, maupun pihak penjamin pasien atau pembayar juga menginginkan kejelasan biaya dan efisiensi agar dana yang dikeluarkan benar-benar tepat sasaran. Di sisi lain peluang-peluang sangat sangat sayang untuk dilewatkan, dan realitas tantangan harus dihadapi.

Filosofi budaya kaizen untuk terus menggali, belajar, dan mengimplementasikan praktik-praktik yang semakin lebih baik dan lebih bernilai dari waktu ke waktu, mulai dari hal-hal kecil hingga suatu perubahan yang besar. Model manajemen lean terus berupaya semakin ringkas, semakin bernilai, semakin cepat, semakin akurat dan valid, dan semakin memberikan nilai tambah.

Rumah sakit yang mengimplementasikan esensi dari Kaizen, sebuah konsep Jepang yang berarti “perbaikan berkelanjutan.” Rumah sakit tersebut akan terus belajar, terus memperbaiki diri, setiap hari, sedikit demi sedikit. Bukan revolusi besar yang menguras energi, melainkan serangkaian perbaikan kecil yang dilakukan secara terus-menerus oleh semua orang, dari direktur, dokter, manajer, perawat, staff, hingga petugas kebersihan.

Sebagai ilustrasi, bisa dibayangkan seorang perawat menyadari bahwa tumpukan rekam medis seringkali menghambat alur kerja di stasiun perawat, dan aktivitas admintrasi medis secara manual kurang efektif dan boros kertas, boros waktu, boros tenaga, dan berpotensi terjadi human-error. Ia mengusulkan implementasi elektonik rekam medis, penataan alur informasi elektronik secara terintegrasi antar lini layanan, dan penataan data secara terpadu. Ide ini, jika diterapkan bisa menghemat waktu berjam-jam setiap harinya, mengurangi risiko salah, dan pada akhirnya mempercepat pelayanan pasien.

Dokter mengamati seringnya pasien menunggu hasil laboratorium. Ia berdiskusi dengan analis lab, dan bersama-sama mereka mencari cara untuk menyederhanakan proses pengambilan sampel dan percepatan analisis. Perbaikan kecil ini, sedikit demi sedikit, mengurangi waktu tunggu pasien, dan mempercepat arus informasi hasil pemeriksaan laboratorium kepada tenaga medis, mempercepat penegakan diagnosa, dan pada akhirnya mempercepat proses penganan kepada pasien.

Begitu banyak peluang-peluang temuan-temuan kecil di lapangan dalam aktivitas operasional sehari-hari, yang jika di respon secara peka, kritis, dan dengan semangat kaizen, maka akan sangat mungkin menwujudkan manajeman lean berkelanjutan yang mampu mengeliminasi segala bentuk pemborosan dan semakin meningkatkan kualitas pelayanan yang benar-benar bernilai bagi pasien.
.

Sinergi Kaizen dan Lean untuk Masa Depan Fasyankes yang Lebih Baik

Penerapan Kaizen dan Lean secara sinergis bisa menjadi kunci sukses Fasyankes Indonesia dalam menghadapi segala badai:

  • Keselamatan Pasien yang Lebih Baik: Kaizen mendorong setiap staf untuk menjadi “mata elang” yang melihat potensi risiko. Lean menyederhanakan proses, mengurangi peluang kesalahan. Gabungan keduanya menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi pasien.
  • Kepuasan Pelanggan yang Meningkat: Dengan waktu tunggu yang lebih singkat, proses yang lebih mudah, dan staf yang lebih fokus, pasien dan keluarganya akan merasakan langsung perbedaan pelayanan yang efisien. Mereka akan merasa dihargai.
  • Efisiensi dan Efektivitas Operasional: Eliminasi pemborosan berarti penghematan biaya operasional, penggunaan sumber daya yang optimal, dan pelayanan yang lebih cepat. Ini sangat krusial di era JKN dengan pembatasan biaya.
  • Keselamatan dan Kesejahteraan Karyawan: Ketika alur kerja lebih lancar, staf tidak lagi dibebani pekerjaan tidak efisien. Mereka punya waktu untuk istirahat, belajar, dan bahkan berinovasi. Lingkungan kerja yang lebih baik tentu meningkatkan moral dan retensi staf.
  • Ketahanan di Tengah Tantangan: Fasyankes yang menerapkan Kaizen dan Lean akan lebih adaptif terhadap perubahan regulasi, lebih siap menghadapi akreditasi, lebih kompetitif di pasar, dan lebih tangkas dalam mengadopsi teknologi. Mereka tidak hanya akan bertahan, tetapi juga akan tumbuh dan unggul.

 

Mewujudkan Perubahan, Bukan Hanya Mimpi

Implementasi budaya Kaizen dan manajemen Lean bukanlah pekerjaan semalam. Ini membutuhkan komitmen kuat dari pimpinan, pelatihan yang berkelanjutan bagi seluruh karyawan, dan kemauan untuk terus-menerus belajar dari kesalahan dan mencari perbaikan. Ini adalah perjalanan panjang, namun sangat berharga.

Bayangkan sebuah Fasyankes di Indonesia, di mana:

  • Pasien datang dengan harapan, pulang dengan senyum karena pelayanan yang cepat dan bermutu.
  • Karyawan bekerja dengan semangat, merasa dihargai, dan punya waktu untuk menyeimbangkan hidup.
  • Rumah sakit, klinik, puskesmas, laboratorium, atau apotek terus berkembang, efisien, dan menjadi andalan masyarakat.

Itu bukanlah mimpi. Itu adalah tujuan yang bisa dicapai dengan menerapkan filosofi Kaizen dan Lean. Mari kita ciptakan Fasyankes di Indonesia yang benar-benar memahami bahwa tak seorang pun ingin berlama-lama di rumah sakit, dan bekerja keras untuk mewujudkan harapan tersebut.

 

Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System


NEXT EVENTS

Leave a Reply

error: Content is protected !!