Sunday, July 7, 2024
Artikel

NEW NORMAL : 4 Prinsip Dasar Pemikiran Adaptasi Strategi Bisnis (Fundamental Thinking)

Lingkungan bisnis mengalami perubahan dengan adanya pandemi COVID19. Hampir seluruh aspek tatanan pola kehidupan seolah telah di-reset kembali. Para pelaku usaha diharapkan tetap semangat bangkit dan dapat beradaptasi dengan hal ini. Dalam upaya penyesuaian diri, perlu segera mempersiapkan adaptasi strategi bisnis pada situasi new normal yang akan dihadapi dengan berlandaskan prinsip dasar pemikiran (fundamental thinking) adaptasi strategi bisnis yang tidak hanya berorientasi ekonomi, keuntungan, atau kemanfaatan sepihak. Namun mengedepankan aspek keselamatan (safety) dalam arti luas, dalam koridor etika yang baik, tidak menyalahi tata aturan hukum, dan mempertimbangkan kemanfaatan para pihak yang lebih luas.

SEKTOR USAHA TERDAMPAK

Di masa PSBB sebagian besar usaha mengalami penurunan omset, kesulitan beroperasi, kendala logistik, kesulitan cash flow, dilema kebijakan penghidupan bagi para karyawan dan berbagai permasalahan pelik yang saling terkait. Mulai dari tingkat usaha perorangan, UMKM, hingga usaha skala besar. Beberapa sektor usaha bahkan terpaksa berhenti beroperasi atau bahkan terpaksa gulung tikar, tutup lapak. Beberapa sektor usaha yang terpukul di antaranya MICE (Meeting, Incentives, Convention, & Exhibition), travel dan tourism, hotel, barbershop, salon, spa, kecantikan, bioskop dan entertainment (taman bermain/hiburan, karaoke, dsb.), mall dan retail, restoran dine in, persewaan kantor dan properti.

Namun bukan berarti sektor usaha yang lain tidak terdampak. Sektor usaha bidang kesehatan, sebagai sektor yang langsung berhadapan menangani pasien COVID19 juga tak luput terkena dampak negatif pandemi ini. Di sebagian fasilitas kesehatan (RS, klinik, puskesmas, apotik, laboratorium) yang menangani kasus terkait COVID diperkirakan booming, atau bahkan bisa terjadi surge capacity. Namun disisi lain, terjadi penurunan jumlah pasien untuk kasus non-COVID19. Belum lagi ditambah berbagai permasalahan keselamatan tenaga kesehatan dan non-kesehatan, kendala harga logistik yang sempat langka dan melonjak harganya, penyiapan sarana pelengkap perawatan pasien dan keselamatan dalam pemberian layanan sesuai protokol COVID19, dan permasalahan cash flow, termasuk akibat piutang layanan pasien periode sebelum pandemi.

PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT

Situasi masa pandemi secara tidak langsung telah mendorong manusia dalam pola baru, baik itu gaya hidup, tatanan prioritas kebutuhan, interaksi lingkungan, maupun nuansa kejiwaan. Perubahan perilaku konsumen (consumer behavior) telah terjadi yaitu gaya hidup #stay@home atau #dirumahaja, kembali kepada kebutuhan dasar atau #backtobasic, aktivitas lingkungan virtual dalam ekosistem digital, serta meningkatnya rasa empati, sensitifitas emosional, dan religi. Go-online, work-from-home, serve-to-home, self-distancing, makan+sehat+aman, lack of trust, virtual, remote working, good-parenting, dan peace of mind menjadi hal yang banyak dilakukan di masa pandemi ini. Sangat tidak menutup kemungkinan sebagian akan berlanjut dilakukan di masa new normal.

Masyarakat menjalani kebiasaan menjaga kesehatan dan keamanan, seperti menjadi lebih rajin cuci tangan, penggunaan masker, tidak menyentuh wajah, langsung merendam baju dengan deterjen setelah dipakai berpergian, mengganti salam dengan gaya baru tanpa jabat tangan, membuka pintu area umum dan tekan lift dengan siku, dan berbagai pola kebiasaan baru yang muncul pada masa pandemi. Penyediaan tempat cuci tangan, hand-sanitizer, termogun, jaga jarak, hindari kerumunan, hingga sekat mika antara pembeli dan penjual menjadi pemandangan biasa pada masa pandemi.

Baca : Consumer Behavior Change : Perubahan Pola Perilaku Konsumen Gara-Gara Covid19, Saat Pandemi dan Menuju New Normal

DUA PERIODE MASA YANG DIHADAPI

Bisnis yang tidak dapat beradaptasi dengan adab baru tersebut tentu akan mengciut dan akhirnya bangkrut. Berpikir kritis-bijak-positif, inovatif, ulet, dan semangat untuk terus bangkit sangat diperlukan. Periode PSBB ini bisa dianggap re-setting ulang dari masa normal sebelum pandemi. Saat ini dan ke depan, terdapat dua periode masa yang dihadapi para pelaku usaha. Periode pertama adalah masa dimana masih diberlakukannya PSBB sebagai upaya pengendalian COVID19 sampai dengan PSBB dilonggarkan. Periode kedua adalah masa sejak PSBB dilonggarkan dan memasuki situasi new normal. Langkah-langkah strategi adaptasi harus diambil saat ini, sekarang, bukan nanti. Jangan ditunda lagi, karena tidak ada yang ditunggu. Perkembangan situasi terkini harus terus diamati dengan kritis, ditelaah secara cerdas, dan direspon dengan aksi secara cerdik, bijak, dan arif.

PRINSIP DASAR PEMIKIRAN ADAPTASI STRATEGI BISNIS

Empat prinsip dasar pemikiran adaptasi strategi bisnis pada masa PSBB dan new normal adalah keselamatan (safety), prioritas (priority), kecukupan (adequacy), dan inovasi (inovative). Empat prinsip tersebut akan menjadi pegangan, acuan, dan titik tolak berpikir dalam merancang, mengembangkan,  implementasi, dan pengawasan pelaksanaan strategi bisnis yang adaptif.

1. KESELAMATAN (SAFETY)

Prinsip keselamatan yang dimaksud disini adalah pada area yang lebih kompleks, yaitu KESELAMATAN terhadap sumber daya manusia dan para pelanggan, SELAMAT bertahan hidup di lingkungan bisnis yang terdampak, dan upaya PENYELAMATAN keberlanjutan bisnis, perputaran operasional, posisi di pasar, dan kondisi keuangan.

Sumberdaya manusia dan para pelanggan harus dilihat dalam kacamata sebagai aset. Berputarnya operasi usaha tidak lepas dari peran manusia, meski high technologi, tetap pada peran manusia, hanya saja pada porsi yang berbeda (lebih kecil) dan pada fungsi yang lebih vital. Pelangan sebagai pengguna atau pasar, merupakan sumber yang dapat meningkatkan nilai perusahaan baik dalam bentuk penguasaan pasar, trafic, atau sebagai sumber pendapatan.

Keselamatan sumber daya manusia dan pelanggan harus dikedepankan karena serangan kali ini bersifat biologis, oleh virus ukuran mikron yang tak dapat dilihat kasat mata yang menular antar manusia. Bagaimana manajemen dan karyawan dapat bekerja dengan selamat, dan bagaimana para pelanggan dapat menikmati produk dan layanan dengan selamat. Perubahan perilaku konsumen dan masyarakat pada umumnya saat ini sudah mulai mengedepankan keselamatan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini harus menjadi pertimbangan untuk terus diadaptasi. Tidak mengupayakan keselamatan sumber daya manusia dan pelanggan sama saja tidak menjaga aset vital usaha.

Para pelaku usaha harus memikirkan bagaimana agar bisa selamat bertahan hidup di lingkungan bisnis saat ini. Situasi saat ini benar-benar menjadi ujian penyaringan siapa, apa, dimana, dan bagaimana usaha atau bisnis yang telah dirintis dapat bertahan hidup. Selain itu juga, menjadi area bagi para pemain baru yang inovatif meramu permasalahan pada masa krisis ini menjadi suatu peluang bisnis baru yang akan dirintis.

Keberlanjutan bisnis, perputaran operasional, posisi di pasar, dan kondisi keuangan yang mengalami goncangan memerlukan upaya-upaya penyelamatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Keselamatan pelanggan akan lebih baik dicapai dengan dibarengi keselamatan karyawan, dan akan lebih kuat bila dalam kondisi perusahaan yang selamat bertahan hidup dan mampu menjaga keberlanjutan dan pertumbuhan bisnisnya.

2. PRIORITAS (PRIORITY)

Prinsip prioritas ini menyangkup SKALA PRIORITAS, DAMPAK RISIKO, serta MITIGASI RISIKO. Kita harus mengedepankan skala prioritas dalam segala hal di semua lini. Dengan adanya item yang dikalahkan dalam skala prioritas, tentu mengandung potensi risiko yang kemungkinan bisa muncul. Oleh karena itu, dalam penentuan skala prioritas, sekaligus harus memikirkan potensi dampak risiko dan bagaimana mitigasi risiko sebagai konsekuensi pemilihan prioritas.

Keterbatasan sumber daya yang dimiliki baik manusia, energi, peralatan, prasarana, material, dan keuangan atau pendanaan menjadi pertimbangan mengapa prinsip mengenai prioritas ini harus menjadi pegangan, acuan, dan titik tolak berpikir dalam merancang, mengembangkan,  implementasi, dan pengawasan pelaksanaan strategi bisnis yang adaptif. Para pelaku usaha harus dapat memilah, memilih, dan pengelompokkan dalam derajat gradasi skala prioritas mana yang harus didahulukan, ditunda, atau dihapus. Baik dari sisi beban maupun belanja, dan dari sisi pendapatan maupun penerimaan. Sesuatu yang urgent dan darurat harus lebih didahulukan dari ítem-item yang penting. Item-item yang tidak penting dan telah dikalkulasi tidak memberikan dampak yang luas, cepat, dan memberikan potensi manfaat tidak langsung terpaksa ditunda dulu.

Potensi dampak risiko yang mungkin terjadi akibat pengambilan keputusan skala prioritas harus diidentifikasi. Segala konsekuensi yang mungkin muncul harus diruntut secara rinci, agar pilihan skala prioritas menjadi suatu skenario bisnis yang utuh. Setiap potensi risiko akan diregister mana yang dapat diterima, dikelola/dikurangi, dipindahkan atau dihindari. Selanjutnya harus pula memikirkan apa dan bagaimana langkah mitigasi risiko yang akan dilakukan bila risiko tersebut benar-benar terjadi.

3. KECUKUPAN (ADEQUACY)

Prinsip ketercukupan yang dimaksudkan disini adalah selalu mengUKUR KETERSEDIAN sumber daya dan kapasitas layanan, mengOPTIMALISASI yang telah dimiliki, dan secara rutin dan kontinyu mengecek KEMAMPUSEDIAAN. Hal ini lakukan sebagai adaptasi terhadap situasi keterbatasan yang dihadapi.

Keterbatasan yang dirasakan saat ini bisa terjadi di tingkat pemasok, proses produksi atau pelayanan, distribusi dan di tingkat konsumen. Keterbatasan yang mungkin terjadi adalah dalam hal kuantitas material yang tersedia, sumber daya manusia karena mobilitas yang terbatas, proses produksi/layanan karena harus menyesuaikan protokol keselamatan dan kesehatan, kecepatan dan jadwal distribusi, dan keterbatasan  serapan output di pasar karena penurunan daya beli yang akhirnya berimbas pada hasil outcome produk barang atau jasa layanan menjadi tidak optimal. Dengan keterbatasan sumber dan kemampuan tersebut, bukan berarti patah arang untuk berusaha. Pelaku usaha dituntut ulet, tangguh, dan teliti. Beroperasi pada level yang pas mungkin jadi jalan keluar bagi bisnis yang terdampak. Pas bukan berarti ala kadarnya, namun harus tetap mengedepankan mutu, kepuasan pelanggan, mengayomi para pekerja, dan memperhatikan kepentingan para stakeholder terkait.

Kemampuan untuk memahami detail rangkaian sumberdaya manusia, bahan/material, peralatan, sarana/fasilitas, teknologi, energi, dan keuangan menjadi penting. Bagaimana mempertemukan rangkaian tersebut pada tingkat yang pas, ramping, ringkas, simpel, dan bernilai tinggi. Masing-masing elemen sumberdaya manusia, bahan/material, peralatan, sarana/fasilitas, teknologi, energi, dan keuangan harus diukur ketersediaannya baik dalam kuantitas jumlah barang; jumlah tenaga kerja, waktu/jam kerja, dan fungsi/posisi yang dapat dioperasikan; jam dan kapasistas waktu kerja atau output alat dan mesin yang dimiliki; ruang produksi, ruang pelayanan, dan outlet yang masih dapat dioperasikan; teknologi yang telah dimiliki dan atau yang terjangkau untuk ditambahkan; energi yang mensuplai proses; serta ketersediaan dana yang ada saat ini, kondisi arus kas masuk-keluar, serta potensi pendanaan baru yang mungkin diraih. Ukuran ketersediaan elemen-elemen sumberdaya tersebut lalu dikombinasikan dalam rangkaian alur proses bisnis yang telah dimodifikasi sesuai protokol keselamatan dan kesehatan sehingga dapat diukur ketersediaan kapasitas produksi dan layanan secara utuh.

Alternatif skenario prudent, moderate, dan optimis dirancang dan dikalkulasi. Maaf tidak menggunakan istilah pesimis yang sering diplintir menjadi takut, tidak berani, atau malas. Prudent rasanya lebih tepat karena mengandung arti tetap berani, tidak takut, namun tetap waspada. Alternatif skenario prudent, moderate, dan optimis tersebut dapat dipahami secara sederhana bahwa skenario prudent adalah pada kondisi beban yang tinggi dan pendapatan rendah; skenario moderate adalah pada kondisi beban dan pendapatan yang wajar; dan skenario optimis pada kondisi beban rendah dan pendapatan tinggi.

Tinggi rendahnya beban dipengaruhi oleh kuantitas dan harga, yaitu kuantitas bahan baku, tenaga kerja, jam kerja, dan kuantitas agregate proses produksi/layanan; dan harga satuan masing-masing elemen bahan baku, tenaga kerja, peralatan, sarana/fasilitas, pemeliharaan/suku cadangan, bahan bakar, teknologi, energi, serta biaya modal yang digunakan. Tinggi rendahnya pendapatan dipengaruhi oleh volume serapan produk dan layanan di pasar, harga satuan kepada konsumen, harga negosiasi para pembayar, dan skema model pembayaran dan penagihan yang diterapkan. Rancangan ukuran dan kalkulasi diposisikan pada kuantitas yang optimal, referensi harga yang reliabel, dan skema model permodalan, pembayaran, dan penagihan yang dapat diterima.

Pada saat implementasi dan eksekusi segala penyesuaian-penyesuaian di lapangan harus selalu diiringi dengan pengecekan rutin kemampusediaan terkini. Harus dilakukan update rutin mengenai informasi operasional, keuangan, dan pemasaran. Peran teknologi sistem informasi sangat penting untuk menunjang kemudahan, kelancaran, dan akurasi informasi ini. Namun bukan berarti teknologi informasi sebagai syarat mutlak. Yang menjadi syarat mutlak adalah niat, semangat, disiplin, soliditas, dan komitmen dari elemen individu dalam perusahaan untuk sama-sama berjuang.

Suatu usaha yang dilakukan lebih dari satu orang merupakan kompilasi kepentingan para individu tersebut dan kombinasi karakter-karakter yang unik dari para individu, menjadi satu wadah bersama dalam ikhtiar meraih rejeki dan menjalankan amalan. Kesatuan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotoroyongan menjadi hal penting.

Baca : HIGH in QUALITY and VALUE, LOW in COST and TIME : KAIZEN dan LEAN di rumah sakit

4. INOVASI (INOVATIVE)

Prinsip inovasi yang dimaksudkan disini tidak hanya inovasi menggali ide atau gagasan baru, namun dalam arti yang lebih luas, yaitu inovasi dalam mengGALI MASALAH, inovasi dalam CARA PANDANG memahami masalah dari sudut pandang peluang dan kemanfaatan, dan inovasi dalam merumuskan “KEMASAN” jawaban yang komprehensif, solusi jitu, dan eksekusi yang simpel namun memberi impact yang besar.

Banyak masalah saat ini yang harus digali dan diinventarisir, jangan menunggu laporan saja. Ingat, peluang bisnis itu selalu diawali dari adanya masalah, dan menjadi keuntungan pada saat kita secara jitu menemukan solusi yang unik dan diterima kalayak banyak. Siapa cepat, lebih dahulu memulai, dan mampu mengeksekusi dengan sempurna itulah pemenangnya.

Kita ganti kegelisahan menjadi semangat ingin tahu dan mencari tahu. Ganti ketakutan dengan keberanian beradaptasi dalam koridor kewaspadaan yang rasional. Manfaatkan idle capacity waktu dan otak para individu dalam organisasi untuk membangun inovasi memanfaatkan masalah yang ada dan mengemasnya menjadi solusi. Bagaimana bisnis yang telah dijalankan selama ini atau yang akan dirintis dapat beradaptasi dengan perilaku konsumen dan masyarakat pada umumnya yang mengarah pada gaya hidup #stay@home atau #dirumahaja, kembali kepada kebutuhan dasar atau #backtobasic, aktivitas lingkungan virtual dalam ekosistem digital, serta meningkatnya rasa empati, sensitifitas emosional, dan religi. Pendekatan bisnis diharapkan dapat mencari posisi strategis dalam fenomena  go-online, work-from-home, serve-to-home, self-distancing, makan+sehat+aman, lack of trust, virtual, remote working, good-parenting, dan peace of mind.

Inovasi menggali masalah tidak hanya mengidentifikasi dan hanya menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Harus dilengkapi dengan menggali pertanyaan-pertanyaan tentang kesulitan atau permasalahan yang ada di masyarakat, untuk mencari kesimpulan tentang kebutuhan dan bentuk kepuasan pelanggan yang relevan saat ini. Daftar pertanyaan tersebut disandingkan/diperbandingkan dengan fitur-fitur produk yang telah diproduksi saat ini atau yang direncanakan akan diproduksi/launching. Titik-titik temu dari pembandingan tersebut akan menjadi proposisi nilai yang dapat ditawarkan.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan kondisi dan posisi perusahaan saat ini untuk mewujudkan proposisi nilai tersebut.  Nah, muailah di sini membicarakan tentang kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang. Ditindaklajuti dengan rumusan bagaimana meningkatkan kekuatan, memperbaiki kelemahan, memanfaatkan peluang, meminimalisir dampak risiko ancaman dalam rangka mewujudkan proposisi nilai. Disini inovasi diperlukan untuk merancang jawaban yang komprehensif, solusi jitu, dan langkah eksekusi yang simpel namun memberi impact yang besar. Inovasi harus selaras dengan keseluruhan tujuan strategis perusahaan. Perusahaan perlu membangun ekosistem inovasi dan membuat portofolio inovasi dari gagasan dan ide-ide yang muncul.

Baca : INOVASI : Kombinasi Gagasan Baru Kreatif dan Model Bisnis

Baca : EKOSISTEM INOVASI: Fokus, Cara Kerja, dan Prinsip Membangun Ekosistem Inovasi

JADI….

Para pelaku usaha diharapkan berpikir kritis-bijak-positif, inovasi, ulet, dan semangat untuk terus bangkit. Terdapat empat prinsip dasar pemikiran adaptasi strategi bisnis pada masa PSBB dan new normal, yaitu keselamatan (safety), prioritas (priority), kecukupan (adequacy), dan inovasi (inovative). Empat prinsip tersebut akan menjadi pegangan, acuan, dan titik tolak berpikir dalam merancang, mengembangkan,  implementasi, dan pengawasan pelaksanaan strategi bisnis yang adaptif. Prinsip dasar pemikiran ini yang tidak hanya berorientasi ekonomi, keuntungan, atau kemanfaatan sepihak. Namun mengedepankan aspek keselamatan, dalam koridor etika yang baik, tidak menyalahi tata aturan hukum, dan mempertimbangkan kemanfaatan para pihak yang lebih luas.

Penulis :
Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System

NEXT EVENT

2 thoughts on “NEW NORMAL : 4 Prinsip Dasar Pemikiran Adaptasi Strategi Bisnis (Fundamental Thinking)

Leave a Reply