Sunday, July 7, 2024
Artikel

PAJAK terhadap DOKTER, apa saja?

Dokter sebagai orang pribadi warga negara yang bijak tentu akan memenuhi kewajiban perpajakannya. Kata “dokter” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya. Gelar  dokter diperoleh melalui serangkaian proses panjang pendidikan formal di universitas pada fakultas kedokteran.

Tidak sedikit penyandang gelar dokter selain berpraktek sebagai dokter klinis juga sekaligus sebagai pengusaha, pengajar, konsultan, seniman, atau menjalankan pekerjaan di bidang yang lain. Oleh karena itu pengenaan pajak bagi dokter sebagai wajib pajak tidak dapat disamakan antar pribadi masing-masing dokter.

Baca : INGIN TAHU LEBIH DALAM MENGENAI PAJAK untuk para profesional (dokter, nakes & non-nakes), pemilik, direktur, manajer, staff, konsultan, akademisi, dan umum

Pajak terhadap Dokter

Dalam hal pajak penghasilan, hal mendasar yang perlu dipahami adalah mengenai objek pajak. Pada lingkup pajak penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Bila seorang peyandang gelar dokter memiliki berbagai sumber penghasilan, maka jika diperinci sesuai peraturan perpajakan kemungkinan-kemungkinan penghasilan dokter dapat berupa:

  • Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas,
  • Penghasilan dari usaha,
  • Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
  • Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final,
  • Penghasilan dari luar negeri,
  • Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak,
  • Penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final.

Baca : MANAJEMEN PAJAK DI MASA PANDEMI : Konsep Praktis, Aplikasi, dan Studi Kasus PPN, PPh 21 & OP, dan PPh Badan, Rabu-Jumat, 3-5 Maret 2021

Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas

Penghasilan ini adalah penghasilan yang diperoleh dari praktik dokter di rumah sakit atau klinik (atas penghasilan berupa jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit atau klinik tersebut), Dokter Tetap, Dokter Tamu, Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit sebagai tempat praktiknya, Praktik dokter sendiri (membuka klinik pribadi) dengan biaya sendiri, atau Pekerjaan bebas lainnya selain dari praktik dokter di rumah sakit/ klinik seperti menjadi pembicara / narasumber seminar dan sejenisnya.

Yang perlu diperhatikan terkait penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas adalah dalam menghitung penghasilan neto. Ada dua cara dalam perhitungan penghasilan neto ini. Pertama, bila dokter yang menyelenggarakan pembukuan, maka penghasilan neto dapat dihitung dari penghasilan bruto setelah dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kedua, penghasilan neto dihitung dari penghasilan bruto dikali norma.

Bila dokter menyelenggarakan pembukuan, maka perlu dicermati mengenai apa itu penghasilan bruto dan apa itu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima dokter sehubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sebagai dokter. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai PPh Final, di antaranya adalah biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha seperti biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang dan seterusnya.

Bila menggunakan perhitungan norma. Dokter yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan Penghasilan Neto. Besaran persentase norma penghitungan Penghasilan Neto untuk WP Dokter dapat dilihat di Lampiran I PER-17/PJ/2015 sebesar 50 % untuk 10 Ibu kota Provinsi (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak), Ibu kota Propinsi lainnya dan daerah Lainnya. Tentunya dengan mekanisme pemberitahuan dan jangka waktu yang harus sesuai dengan aturan dan prosedur perpajakan seperti dalam  Pasal 14 ayat (2) UU PPh, Pasal 2 ayat (2) PER-17/PJ/2015 serta aturan-aturan yang terbeit berikutnya yang terkakit dengan perhitungan norma.

Penghasilan dari usaha

Penghasilan ini diperoleh dari usaha yang dimilikinya, misalnya rumah makan, apotek dan lain-lain. Tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas dan di luar profesi  sebagai dokter dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikenai PPh yang bersifat final (Pasal 2 ayat (1) PP 46 TAHUN 2013), sejak  1 Juli 2018 dikenai dikenai PPh yang bersifat final PP 23 TAHUN 2018 kecuali  Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Sebelum 1 Juli 2018. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final. (Pasal 2 ayat (1) PP 46 TAHUN 2013)  PPh terutang = 1% (satu persen) X jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha atas Penghasilan dari usaha yang diterima.

Sejak 1 Juli 2018. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu (Pasal 2 ayat (1) PP 23 TAHUN 2018). Besarnya tarif PPh yang bersifat final adalah 0,5% (nol koma lima persen) X Peredaran bruto setiap bulan, yang dijadikan dasar pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima.

Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu pada Tahun Pajak berjalan telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka penghasilan yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak – Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan. (Pasal 7 ayat (2) PP 23 TAHUN 2018)

Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan yang diterima oleh dokter yang bekerja pada pemberi kerja sebagai pegawai tetap berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja misalnya pegawai tetap di rumah sakit, universitas (dosen), atau perusahaan. Serta dokter yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur sebagai anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas serta direksi yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung seperti menjadi pengurus, dewan direksi atau pimpinan rumah sakit atau klinik.

Penghasilan ini ditentukan berdasarkan penghasilan neto yang tertera dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh pemberi kerja atas penghasilan dokter yang bersifat teratur maupun tidak teratur sebagai pegawai tetap dan/atau penghasilan dalam jumlah tertentu yang diterima oleh Dokter secara teratur maupun tidak teratur sebagai anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas serta direksi yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung seperti menjadi pengurus, dewan direksi atau pimpinan rumah sakit atau klinik.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dilakukan oleh Pemberi Kerja dihitung dari Penghasilan Neto setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Baca : INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA : TELAH DITERBITKAN PMK 9/2021

Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final

Dokter menerima penghasilan dalam negeri lainnya seperti : bunga, royalty, sewa ataupun keuntungan dari penjualan dan/atau pengalihan harta lainnya (capital gain), sewa harta selain tanah dan/atau bangunan, hadiah atau imbalan lain yang diterima dari produsen obat-obatan dan alat kesehatan atas promosi yang dilakukan dan lain sebagainya.

Atas Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final yang diterima oleh dokter tersebut digunakan sebagai penambah penghasilan dalam penghitungan PPh terutang sesuai tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008.

Penghasilan dari luar negeri

Penghasilan yang diterima berasal dari luar negeri atas penghasilan dari usaha dan/atau usaha lainnya atau deviden yang dibayarkan atau diperoleh dari luar negeri, tidak termasuk kerugian yang diderita di luar negeri. Misalnya honor sebagai dokter di luar negeri, deviden dari luar negeri, royalty, bunga dan lain lain.

Atas penghasilan diterima oleh Dokter yang berasal dari luar negeri tersebut digunakan sebagai penambah penghasilan dalam penghitungan PPh terutang sesuai tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia. (Pasal 2 ayat (1) KMK-164/KMK.03/2002). Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.

Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

Penghasilan yang diterima tidak termasuk objek pajak seperti hibah, bantuan, sumbangan yang dikecualikan sebagai objek pajak; bagian laba yang diterima anggota persekutuan komanditer yang tidak terbagi atas saham merupakan bukan objek pajak Penghasilan; dan lain-lain. Atas penghasilan yang diterima oleh dokter dan bukan merupakan objek pajak tidak digunakan sebagai penambah penghasilan dalam penghitungan PPh terutang sesuai tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008.

Penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final

Penghasilan yang diterima telah dikenakan PPh yang bersifat final, semisal bunga tabungan atau deposito, penjualan saham di bursa efek, dividen, sewa tanah dan/ atau bangunan, penghasilan yang diterima atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, PPh Final atas Hadiah Undian. Atas penghasilan yang diterima oleh Dokter dan telah dikenakan dan dipotong PPh yang bersifat final tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan dalam penghitungan PPh terutang dalam perhitungan PPh yang harus dibayar dalam SPT.

JADI…..

Sebagai seorang dokter bijak pajak perlu menilik kembali dari sama saja sumber penghasilan pada setiap periode pajak sehingga dapat lebih cermat dan tepat dalam perhitungan dan pelaporan pajak.

Baca : Pembahasan lebih dalam tentang MANAJEMEN PAJAK DI MASA PANDEMI

Baca : MANAKAH MANAJEMEN PAJAK YANG BAIK DAN BENAR : TAX AVOIDANCE, TAX PLANNING, ATAU TAX EVASION?

Leave a Reply