Paradoks Profitabilitas: Ketika Angka Keuntungan Menjadi Jebakan Bias Kinerja
Profit, profit, dan profit. Kosakata yang seringkali identik sebagai simbol kejayaan perusahaan, bahkan dijadikan ukuran utama yang sahih untuk menilai kesuksesan manajemen dan daya saing usaha. Namun perlu diingat bahwa di balik gemerlap laporan laba, tersembunyi beragam makna, termasuk kemungkinan jebakan kognitif keputusan strategis. Fokus berlebihan pada upaya menghasilkan profit atau perayaan keberhasilan karena silaunya profitabilitas yang telah dicapai, dapat menjadi jebakan bias kinerja yang menghambat pertumbuhan jangka panjang. Jebakan dalam pengejaran profitabilitas yang membabi buta, dapat menjadikan lupa terhadap esensi sejati dari sebuah bisnis, yaitu menciptakan nilai (value). Artikel ini akan mengulas bagaimana profitabilitas, meskipun penting, dapat menimbulkan bias yang merugikan dan mengurai pemahaman kritis mengapa organisasi perlu melihat lebih dalam dan lebih jauh melampaui ukuran angka profit yang disajikan, serta menyadari bahwa tidak semua profit adalah pertanda sehat, dan tidak setiap profit adalah pertanda berhasil. (Widiyas Hidhayanto, 2025)
Suatu Target dan Janji
Dalam setiap rapat dewan direksi, dalam tiap proposal investasi, hingga di slide terakhir presentasi kinerja, satu kata sering muncul sebagai klimaks adalah profit. Profitabilitas telah menjadi kosakata yang viral dalam sejarah dunia bisnis. Namun, bila mimpi tentang profit berubah menjadi fatamorgana, banyak organisasi tak menyadari bahwa mereka sedang menuju jurang kegagalan, karena terlalu percaya pada pantulan semu dari angka laba atau terlalu dini merayakan pencapaian laba. Profit bukanlah penanda tunggal keberhasilan, melainkan salah satu dari banyak indikator. Namun ketika ia ditempatkan sebagai puncak tujuan, bukan sebagai akibat dari proses strategis yang sehat, maka profit menjadi jebakan. Fenomena ini bisa disebut sebagai suatu “profitability bias”, suatu kecondongan sistemik untuk menilai kinerja hanya dari capaian laba.
Dibalik Kemilau Profitabilitas
Secara intuitif, profitabilitas menunjukkan efisiensi dan efektivitas operasional. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi sering dipandang sehat dan menarik bagi investor. Bagi direksi, manajer dan karyawan pun bisa jadi terlena oleh kemilaunya karena profit yang dicapai menjadi dasar perhitungan pembagian bonus. Namun, pandangan dalam ruang sempit dan satu putaran waktu tersebut dapat mengabaikan faktor-faktor penting lainnya yang berkontribusi pada keberlanjutan dan inovasi. Kemilau profitabilitas yang telah dicapai bisa jadi hanyalah bias kinerja seperti kemilau bulan atau bintang fajar yang hanya merupakan pantulan sinar matahari, bukan cahaya sejati. Bias Kinerja profitabilitas dapat diakibatkan oleh beragam kemungkinan seperti kecenderungan manajer atau organisasi berniat membuat keputusan yang menguntungkan dalam jangka pendek demi memenuhi target kinerja. Sayangnya, bila hal tersebut dilakukan tidak secara bijak maka seringkali mengorbankan prospek jangka panjang. Lebih tragis lagi bila profitabilitas menjadi satu-satunya atau fokus utama, bias ini dapat munculkan paradoks bahwa profitabilitas bias dapat menjadi benih kehancuran yang tersembunyi, pisau bermata dua yang siap menikam balik pemiliknya.
Profitabilitas Bias
Profitabilitas bias adalah distorsi persepsi yang terjadi ketika manajemen atau pemilik bisnis terlalu terpaku pada profitabilitas sebagai ukuran utama keberhasilan. Beberapa faktor pemicu bias ini antara lain: keterbatasan indikator kinerja, tekanan investor dan pasar modal, atau ilusi kontrol.
Keterbatasan indikator kinerja, bahwa indikator profitabilitas merupakan ukuran yang cenderung mudah diukur dan mudah dipahami, sehingga lebih sering dipilih dibanding indikator lain seperti operational resilience, market adaptation, atau sustainability. Tekanan investor dan pasar modal tentang ekspentasi laba jangka pendek, menciptakan tekanan yang memaksa manajemen fokus pada kuartal, bukan dekade. Ilusi kontrol bahwa laba dianggap sebagai hasil kemampuan manajerial, padahal seringkali dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti siklus ekonomi, fluktuasi nilai tukar, dan kondisi geopolitik.
Bagaimana perusahaan besar seperti Kodak, Nokia, hingga Blackberry—yang saat itu profitable—namun gagal membaca perubahan pasar karena terlena oleh angka laba yang terus meningkat di masa sebelumnya. Di saat keyakinan tentang pencapaian laba tersebut terlalu kuat, maka bisa menyilaukan sehingga kemungkinan mengganggu penglihatan jelas, yang mengakibatkan salah menilai bahwa profit adalah cermin keberhasilan strategi, padahal pancapaian kini adalah hanyalah bayangan masa lalu yang belum sempat dikoreksi oleh masa depan. Dikoreksi oleh dinamika dan ketidakpastian yang dimainkan oleh beragam faktor.
Bagaimana Profitabilitas Bisa Menjadi Rudal yang Berbalik Arah
Ketika profitabilitas menjadi satu-satunya idola, maka ia mulai menunjukkan sisi gelapnya. Ia bukan lagi sekadar indikator, melainkan menjadi sesuatu yang mendikte setiap keputusan. Bahkan keindahan angka profit, secara praktikal kemungkinan ini bisa menjadi bab pembuka kisah tragedi. Kisah dengan korban inovasi dan masa depan, dengan tumbal kualitas dan kepercayaan, oleh para pelaku dengan jiwa yang kabur, dan pada akhirnya menjadi kematian ditengah kemamuran yang semu.
Inovasi dan masa depan bisa menjadi korban karena terpaku pada profitabilitas instan, perusahaan akan dengan kejam mengorbankan investasi jangka panjang. Departemen riset dan pengembangan (R&D) yang seharusnya menjadi jantung inovasi, tiba-tiba terlihat seperti lubang hitam yang menghabiskan keuntungan. Dana untuk pelatihan karyawan, yang esensial untuk adaptasi di era perubahan, dianggap pemborosan. Kita memangkas pengeluaran ini demi menaikkan angka laba kuartalan. Bila inovasi dan masa depan dikorbankan maka impak dari profit adalah stagnasi, sehingga tidak bisa mengimbangi disrupsi dari pesaing yang lebih inovatif dan adaptif, dan akhirnya mematikan secara perlahan. Tragedi ini akan semakin dramatis bila terjadi pada perusahaan yang dulunya raksasa karena inovasi, kini terkapar tak berdaya karena dibutakan oleh keuntungan sesaat.
Menjadikan kualitas dan kepercayaan sebagai tumbal demi memangkas biaya dan menggenjot margin. Praktik-praktik membabi buta seperti bahan baku diganti dengan yang lebih murah, standar produksi/pelayanan diturunkan, dan layanan pelanggan dipangkas hingga tersisa “kerangka”. Angka profitabilitas mungkin melonjak sesaat, namun di balik itu, kepercayaan pelanggan hancur berkeping-keping. Ketika kepercayaan hilang, profitabilitas jangka panjang akan runtuh seperti kartu domino, meninggalkan kerugian yang jauh lebih besar. Seperti kisah tragedi kemenangan pada perang kecil profitabilitas, tetapi kalah dalam pertempuran besar memenangkan hati pasar.
Para pengelola seolah menjadi pelaku dengan jiwa yang kabur. Pengejaran profitabilitas menjadi terlalu obsesif, sampai mengikis etika dan tanggung jawab sosial. Perusahaan bisa tergoda untuk mengeksploitasi sumber daya alam, memanipulasi pasar, mengabaikan keselamatan, atau mengabaikan kesejahteraan karyawan demi laba semata. Mereka mungkin mengabaikan dampak lingkungan, menekan upah, atau bahkan terlibat dalam praktik-praktik yang meragukan secara moral. Mereka mungkin mengumpulkan harta, tetapi kehilangan integritas dan jiwa mereka. Ketika skandal meledak, atau kesadaran publik berubah, reputasi yang dibangun bertahun-tahun dapat hancur dalam semalam, mengubur profitabilitas dan bahkan keberlangsungan perusahaan itu sendiri.
Ironi paling brutal adalah kematian di tengah kemakmuran semu. Ketika perusahaan bisa terlihat sangat menguntungkan di permukaan, namun sebenarnya sedang sekarat dari dalam. Angka laba yang tinggi bisa menipu, menutupi masalah struktural, budaya yang kurang kondusif, atau kurangnya investasi esensial. Mereka bagaikan pohon yang rindang dengan buah lebat, tetapi akarnya membusuk. Ketika datang badai berupa perubahan pasar yang drastis, munculnya teknologi baru, atau krisis tak terduga, maka pohon itu akan tumbang dengan mudah, roboh, sehingga akar busuknya terlihat, seperti halnya kelemahan perusahaan yang selama ini tersembunyi di balik topeng profitabilitas.
Profitabilitas bukan Idola Tunggal
Profitabilitas memang penting, tapi tidak boleh menjadi satu-satunya indikator kesehatan organisasi. Terlalu fokus pada profit menciptakan bias yang berbahaya, menumpulkan insting perubahan, dan menyesatkan arah strategis. Profit harus dilihat sebagai hasil—bukan sebagai tujuan. Ia adalah akibat dari sistem, bukan pusat semesta. Ukuran keberhasilan sejati ada pada ketangguhan menghadapi masa depan, kemampuan beradaptasi, dan kelangsungan nilai jangka panjang. Jika dikaitkan dengan profit maka keberhasilan sejati adalah kemampuan membangun profit ability yang tangguh, bukan sekedar menghasilkan angka profitabilitas. Maka berhati-hatilah terhadap mimpi yang terlalu sempurna. Sebab bisa jadi, profit yang dikejar mati-matian hari ini adalah janji manis menuju kematian bila kita rabun oleh kemilaunya tanpa mempersiapkan dengan bijak .
Kesimpulan
Untuk lepas dari cengkeraman paradoks ini, kita harus berhenti memandang profitabilitas sebagai tujuan akhir, dan mulai memandang profitabilitas sebagai hasil kemampuan dari penciptaan nilai yang unggul. Kita perlu melihat lebih dari sekadar angka-angka keuangan. Inovasi dan masa depan tidak dikorbankan, kualitas dan kepercayaan tidak dijadikan tumbal, serta para pelaku menjadlankan perusahaan dengan jiwa bertika dan berorientasi keberlanjutan. Hal ini hendaknya menjadi pilar strategi, bukan sekadar hiasan. Keseimbangan indikator adalah kuncinya. Hanya dengan membebaskan diri dari tirani profitabilitas, dan merangkul visi yang lebih luas tentang nilai dan keberlanjutan, organisasi dapat benar-benar tumbuh dan berjaya, bukan hanya mengumpulkan keuntungan sesaat yang pada akhirnya akan menghancurkan mereka, namun membangun kemampuan penciptaan nilai yang dapat menghasilkan keuntungan (profit ability) yang berkelanjutan.
Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System
NEXT EVENTS