Mengapa “ORANG KAYA LAMA” TIDAK LAGI MENGGUNAKAN BRAND untuk Menunjukkan Status dan Sebaliknya Berusaha Menyembunyikan Statusnya?
Penggunaan merek atau brand sebagai simbol status sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, terutama dalam masyarakat modern. Namun, terdapat fenomena menarik di kalangan individu kaya lama, atau mereka yang telah memiliki kekayaan turun-temurun. Alih-alih terus menunjukkan kekayaan mereka melalui produk atau brand premium, banyak dari mereka justru memilih untuk menyembunyikan statusnya. Sebaliknya, beberapa orang berpenghasilan rendah hingga menengah berusaha keras untuk menunjukkan status mereka dengan menggunakan brand premium, bahkan jika harus memaksakan kemampuan finansial. Fenomena ini menarik untuk dibahas dari perspektif sosial, ekonomi, dan psikologis. (Widiyas Hidhayanto, 2024)
Pendekatan terhadap Brand pada Orang Kaya Lama
Orang-orang yang telah lama kaya seringkali tidak lagi merasa perlu menunjukkan status mereka melalui penggunaan brand tertentu. Mereka cenderung menghindari simbol-simbol kekayaan yang berlebihan dan lebih memilih tampilan yang sederhana. Hal ini terjadi karena beberapa kemungkinan alasan, antara lain: kepercayaan diri dan identitas diri yang matang, adanya redefinisi status pada nilai yang lebih dalam, keinginan untuk privasi, dan lebih fokus pada nilai keberlanjutan.
Kepercayaan Diri dan Identitas Diri yang Matang.
Individu yang telah lama kaya biasanya telah mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi dalam hal identitas sosial dan pribadi. Mereka tidak merasa perlu untuk mendapatkan validasi dari masyarakat atau orang-orang di sekitar mereka. Kekayaan bukan lagi sesuatu yang perlu dibuktikan atau dipamerkan karena status sosial mereka sudah mapan.
Efek Redefinisi Status
Orang-orang kaya lama cenderung memiliki nilai-nilai yang lebih dalam terkait status. Mereka mendefinisikan status tidak hanya berdasarkan materi tetapi juga melalui kontribusi sosial, kebijaksanaan, dan pengaruh mereka terhadap masyarakat. Dengan demikian, mereka lebih menghargai pengalaman, pendidikan, dan filantropi dibandingkan dengan barang-barang mewah.
Keinginan untuk Privasi
Kekayaan sering kali membawa perhatian yang tidak diinginkan. Dengan menghindari brand premium atau simbol-simbol kekayaan, individu kaya lama dapat menjaga privasi mereka. Mereka menyadari bahwa publikasi kekayaan dapat menarik perhatian negatif, seperti kecemburuan sosial atau bahkan ancaman keamanan.
Lebih Fokus pada Nilai Keberlanjutan
Orang kaya lama seringkali lebih fokus pada nilai keberlanjutan daripada konsumsi cepat atau mewah. Mereka lebih mungkin menginvestasikan kekayaan mereka pada aset yang bernilai jangka panjang, seperti properti atau investasi sosial, dibandingkan dengan barang-barang yang hanya memberikan nilai jangka pendek. Ini berbeda dengan kelompok yang baru saja mencapai kesuksesan finansial dan lebih tertarik pada barang yang mudah terlihat.
Fenomena “Branding” pada Orang yang Berjuang Menunjukkan Status
Di sisi lain, terdapat kelompok orang yang berusaha keras untuk menunjukkan status mereka melalui penggunaan brand premium, meskipun harus melampaui batas kemampuan keuangan mereka. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, antara lain: tekanan sosial dan keinginan untuk diakui, fenomena konsumsi yang mencolok
Tekanan Sosial dan Keinginan untuk Diakui
Dalam masyarakat yang semakin kompetitif, status sosial seringkali dikaitkan dengan merek yang dipakai. Banyak orang percaya bahwa kepemilikan barang-barang mewah dapat meningkatkan citra diri dan memberikan pengakuan sosial. Ini terutama terjadi pada kelompok “kaya baru” atau mereka yang masih dalam proses meningkatkan status ekonomi mereka. Menggunakan brand premium dipandang sebagai cara untuk memvalidasi pencapaian finansial mereka.
Fenomena konsumsi mencolok
Perilaku konsumsi mencolok yaitu perilaku di mana seseorang membeli barang-barang mewah untuk menunjukkan status dan kemakmuran mereka kepada orang lain. Orang-orang dalam kategori ini cenderung mengaitkan prestise dengan apa yang mereka miliki, bukan siapa mereka sebenarnya.
Pengaruh Media dan Budaya Konsumsi
Media sosial dan iklan memainkan peran besar dalam menciptakan citra bahwa kepemilikan barang-barang mewah adalah simbol kesuksesan. Seringkali, mereka yang melihat orang lain memamerkan barang mewah di media sosial merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama, meskipun dengan memaksakan kondisi finansial mereka. Ini mendorong fenomena “peer pressure” di mana orang merasa harus menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan oleh lingkungan mereka.
Kepuasan Emosional Sementara
Orang yang memaksakan diri membeli barang premium sering mencari kepuasan emosional sementara. Kepemilikan barang-barang mewah dapat memberikan rasa pencapaian dan kebanggaan, meskipun hanya berlangsung sementara. Namun, kepuasan ini bisa berubah menjadi beban jika mereka mengalami tekanan keuangan akibat pola konsumsi yang berlebihan.
Kesimpulan
Fenomena orang kaya lama yang tidak lagi menggunakan brand untuk menunjukkan status, serta individu yang berjuang keras untuk menunjukkan status melalui brand premium, mencerminkan dinamika sosial yang kompleks. Orang kaya lama cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih matang dan lebih menghargai privasi serta kontribusi sosial daripada tampilan material. Di sisi lain, penggunaan brand premium oleh individu yang belum mapan sepenuhnya sering didorong oleh tekanan sosial, pengaruh media, dan kebutuhan emosional. Fenomena tentang perilaku konsumsi ini menarik untuk menjadi studi lebih lanjut, karena pendalaman pembahasan perilaku konsumsi terhadap suatu brand pada “orang kaya lama” dan “orang kaya baru” dapat membantu memahami bagaimana faktor sosial dan psikologis mempengaruhi cara orang mengekspresikan status mereka, serta dampaknya terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat luas.
Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System
NEXT EVENTS