Wednesday, August 20, 2025
Artikel PublikArtikel

Tiga Tantangan Utama AI (Kecerdasan Buatan) Bekerja dalam Ekosistem Medis dan Upaya Menghadapinya melalui Harmonisasi Manusia dan AI

Ekosistem medis modern seolah seperti “sirkuit-sirkuit” dengan algoritma kompleks yang saling berelasi dan terus berkembang, ditandai oleh variabilitas biologis, kemunculan penyakit baru yang tak terduga, dan fragmentasi data yang persisten. Dalam lanskap ini, Kecerdasan Buatan (AI) muncul sebagai instrumen revolusioner, menawarkan “mekanisme matematis” untuk mengurai kerumitan ini. Namun, optimisme terhadap AI harus dibarengi dengan pemahaman kritis tentang batasannya. Artikel ini akan mengurai bagaimana AI berbasis algoritma bekerja dalam ekosistem medis, menghadapi tiga tantangan utama, yaitu (1) ketidakpastian dan keunikan; (2) fragmentasi data dan batasan ruang/kewilayahan/waktu; serta (3) pembelajaran lampau yang belum tentu menembus misteri masa depan. Hal ini membuat teknologi dan manusia tidak bisa saling berdiri sendiri, tidak saling menggantikan, melainkan menyadarkan kita akan pentingnya harmonisasi antara kecerdasan manusia dan kecerdasan teknologi untuk kemajuan kesehatan manusia dan kebaikan semesta. (Widiyas Hidhayanto, 2025)

Kecerdasan Buatan (AI)

Pada intinya, AI atau kecerdasan buatan adalah sebuah mekanisme matematis yang dirancang untuk belajar dari data. Algoritma AI, baik itu metode machine learning tradisional maupun deep learning yang lebih canggih, mengidentifikasi pola, korelasi, dan hubungan dalam kumpulan data masif. Dalam konteks medis, AI dapat menganalisis gambar radiologi, data genomik, catatan kesehatan elektronik, dan bahkan sinyal fisiologis untuk membantu diagnosis, memprediksi risiko penyakit, merancang obat, atau mempersonalisasi pengobatan. Kemampuan AI untuk memproses volume data yang luar biasa cepat dan akurat melampaui kapasitas kognitif manusia, menjadikannya alat yang sangat berharga dalam dunia medis.

Tiga Tantangan bagi AI di Dunia Medis

Meskipun potensi AI menjanjikan, implementasinya dalam dunia medis tidak luput dari tantangan fundamental yang dapat dikelompokkan menjadi tiga utama, yaitu (1) ketidakpastian dan keunikan; (2) fragmentasi data dan batasan ruang/kewilayahan/waktu; serta (3) pembelajaran lampau yang belum tentu menembus misteri masa depan.

1. Ketidakpastian dan Keunikan

Dunia medis adalah domain yang sangat tidak pasti, di mana setiap individu adalah identitas biologis yang unik, dan fenomena penyakit terus bermunculan. Tantangan ketidakpastian dan keunikan ini muncul dipicu oleh tiga hal, yaitu adanya variabilitas dan keunikan pasien; fenomena penyakit baru dan evolusi patogen; serta etiologi penyakit yang kompleks.

Variabilitas dan Keunikan Pasien menjadi salah satu pemicu tantangan poros ini, karena setiap manusia adalah entitas biologis yang kompleks dan unik. Respons individu terhadap pengobatan, riwayat genetik yang rumit, dan faktor gaya hidup yang tak terduga menciptakan variabilitas yang luar biasa. Algoritma AI, yang beroperasi berdasarkan probabilitas dan pola yang ditemukan dalam data agregat, akan menghadapi tantangan kesulitan dalam menangkap nuansa halus dari respons personal ini. Dua pasien dengan kondisi serupa dapat menunjukkan gejala yang sangat berbeda atau merespons pengobatan secara kontradiktif. Hal ini akan menjadi suatu fenomena yang sulit diprediksi oleh model AI bila tanpa data yang sangat spesifik dan terpersonalisasi.

Fenomena Penyakit Baru dan Evolusi Patogen adalah suatu kemungkinan nyata yang tidak dapat dipungkiri. Dunia medis terus dihadapkan pada kemunculan penyakit, virus, atau bakteri baru yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. AI akan bekerja optimal dengan data historis. Sehingga, ketika dihadapkan dengan data yang minim, sangat terbatas, atau bahkan “zero”, dimana hanya ada sedikit kasus atau bahkan tidak ada data lampau untuk patogen baru, maka kemampuan AI untuk diagnosis, prediksi penyebaran, atau pengembangan pengobatan menjadi sangat terbatas. Pandemi COVID-19 adalah contoh nyata bagaimana AI yang dilatih dengan data historis penyakit pernapasan tidak mampu memprediksi dinamika virus baru ini secara akurat pada awalnya.

Etiologi Penyakit yang Kompleks adalah salah satu tantangan klasik yang harus dihadapi dalam ekosistem medis. Banyak penyakit kronis memiliki etiologi multifaktorial, melibatkan interaksi rumit antara genetik, lingkungan, gaya hidup, dan mikrobioma. Membangun model AI yang akurat untuk memprediksi atau mengelola penyakit semacam itu membutuhkan pemahaman mendalam tentang interaksi-interaksi ini, yang seringkali belum sepenuhnya dipahami oleh ilmu pengetahuan medis itu sendiri.

2. Fragmentasi Data dan Batasan Ruang/ Kewilayahan/ Waktu

Asumsi bahwa AI dapat mengakses “big data” di dunia medis seringkali bertolak belakang dengan realitas di lapangan, di mana data masih sangat terfragmentasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar jangkauan algoritma. Tantangan fragmentasi data dan batasan ruang/ kewilayahan/ waktu muncul dipicu oleh tiga hal, yaitu adanya silo data institusional dan standar beragam; berhadapan dengan permasalahan privasi, keamanan, dan bias data; serta kondisi geopolitik dan fenomena “data siluman”.

Silo Data Institusional dan Standar Beragam, yaitu kondisi saat ini dimana rumah sakit, klinik, dan laboratorium seringkali menyimpan data dalam sistem yang terpisah dan tidak kompatibel, bahkan dalam satu fasilitas kesehatan. Kurangnya standar global yang seragam untuk format dan terminologi data medis menciptakan “silo data” yang menyulitkan integrasi komprehensif. Akibatnya, AI yang dilatih dengan satu set data standar di satu negara mungkin kesulitan menafsirkan data dari wilayah lain yang menggunakan standar berbeda. Upaya integrasi data dan meningkatkan interoperabilitas data kesehatan seperti yang sedang dilakukan di Indonesia merupakan salah satu upaya menghadapi tantangan ini yang patut diapresiasi, namun hal ini juga bukan berarti bebas kendala dan masih banyak inovasi cerdas yang diperlukan untuk mengaselerasi upaya ini. Semoga hal demikian juga dilakukan di sebagain besar negara di dunia pada suatu standar data dan kesepemahaman yang harmonis.

Privasi, Keamanan, dan Bias Data saat ini menjadi isu sentral yang dengan adanya perkembangan kejahatan siber. Regulasi privasi data yang ketat merupakan suatu hal yang baik dan esensial, namun di sisi lain sering menjadi penghalang untuk berbagi data antar institusi atau lintas batas negara. Selain itu, data yang tidak lengkap, tidak terstruktur, atau mengandung bias (misalnya, kurangnya representasi etnis tertentu) dapat menyebabkan bias dalam keputusan AI, menghambat pendalaman diagnosis secara lebih tajam dan komprehensif, atau rekomendasi pengobatan secara lebih spesifik.

Geopolitik dan “Data Siluman” sebagai fenomena makro yang mau tidak mau harus dihadapi. Konsep “negara” yang dipengaruhi politik dan geopolitik menghasilkan “data siluman” yang tidak dapat diakses atau dikenali oleh algoritma AI. Kebijakan data nasional masing-masing negara membatasi pergerakan data lintas batas, sistem kesehatan yang berbeda memengaruhi cara data dikumpulkan, dan kekhawatiran keamanan nasional dapat membatasi akses ke informasi medis vital. Kerja AI yang murni berbasis data, belum tentu mampu memahami tentang kedaulatan, negosiasi diplomatik, atau dampak sanksi ekonomi, sehingga tidak dapat memberikan solusi yang benar-benar relevan dalam konteks global yang kompleks ini.

Konsekuensi dari permasalahan atas tantangan fragmentasi data dan batasan ruang/ kewilayahan/ waktu ini adalah lokalisasi AI. Sebuah model AI yang terlatih dengan data pasien di satu wilayah atau negara mungkin tidak berfungsi optimal di wilayah lain karena perbedaan demografi, prevalensi penyakit, praktik klinis, atau bahkan faktor genetik populasi. AI tersebut menjadi relevan hanya dalam batasan ruang dan waktu di mana ia dilatih dengan data yang mampu dikumpulkan.

3. Pembelajaran Lampau yang Belum Tentu Menembus Misteri Masa Depan

Data adalah rekaman dari fenomena yang telah terjadi, sesuatu yang lampau dan historis. Jika berbatas pada hal ini, maka berarti AI, sebagai mesin pembelajaran dari pola masa lalu, menghadapi tantangan signifikan ketika dihadapkan pada misteri masa depan di dunia medis. Bila keterbatasan ini belum mampu ditembus, maka memunculkan tantangan pembelajaran lampau yang belum tentu menembus misteri masa depan. Hal ini dipicu oleh empat hal, yaitu evolusi patogen dan resistensi antimikroba yang novel; penyakit idiopatik dan sindrom yang belum terdefinisi; interaksi kompleks biologi dan lingkungan yang dinamis; serta diagnostik pada perubahan baru yang halus.

Evolusi Patogen dan Resistensi Antimikroba yang Novel. AI dapat memprediksi pola penyebaran virus atau resistensi bakteri yang sudah ada. Namun, ketika muncul patogen baru yang belum pernah ada sebelumnya, atau varian bakteri yang mengembangkan mekanisme resistensi yang sepenuhnya novel, data historis menjadi tidak relevan. AI tidak memiliki “pengalaman” dan tidak bisa melatih diri untuk belajar dari fenomena yang belum terjadi.

Penyakit Idiopatik dan Sindrom yang Belum Terdefinisi. Banyak kondisi medis, terutama penyakit autoimun atau kelainan neurologis kompleks, memiliki etiologi yang tidak diketahui (idiopatik) atau belum sepenuhnya dipahami. Beberapa pasien mungkin menunjukkan kombinasi gejala yang belum pernah tercatat sebagai sindrom spesifik. Data historis tidak memiliki “label” atau pola yang jelas untuk kondisi ini karena definisinya sendiri kemungkinan belum sepenuhnya diurai oleh ilmu kedokteran.

Interaksi Kompleks Biologi dan Lingkungan yang Dinamis. Interaksi antara genetika individu, mikrobioma, paparan lingkungan yang terus berubah (misalnya, polutan baru, perubahan iklim), dan faktor epigenetik membentuk lanskap kesehatan yang sangat dinamis. Mekanisme molekuler dan fisiologis baru terus ditemukan. AI, yang dilatih pada pandangan biologis masa lalu, mungkin tidak dapat menangkap atau memprediksi dampak dari interaksi kompleks yang baru muncul atau belum sepenuhnya dipahami oleh sains.

Diagnostik pada Perubahan Baru yang Halus. Dengan kemajuan teknologi pencitraan atau perubahan halus dalam cara penyakit memanifestasikan diri secara radiologis seiring waktu (fenomena konsep drift), model AI yang terlatih pada data lama bisa menjadi kurang akurat. AI tidak memiliki kemampuan bawaan untuk “beradaptasi” dengan perubahan konsep diagnostik ini tanpa pembaruan data yang konstan dan intervensi manusia untuk mendefinisikan konsep baru.

Singkatnya, AI adalah cermin dari apa yang telah kita amati dan rekam. Ia akan selalu menjadi selangkah di belakang fenomena biologis dan epidemiologis yang terus berevolusi.

Harmonisasi Manusia dan AI: Menyadari Keterbatasan dan Semangat Inovasi

Menghadapi ketiga tantangan tersebut, kesadaran akan keterbatasan AI menjadi kunci. Ini bukan tentang AI menggantikan manusia, melainkan tentang harmonisasi, baik adaptasi ataupun komplementer, antara manusia dan AI.

1. AI yang Beradaptasi dengan Medis

AI perlu dikembangkan dengan prinsip-prinsip yang memungkinkan fleksibilitas dan kemampuan belajar dari data yang tidak sempurna dan berkembang. Rancangan pengembangan AI menjadi krusial, di mana algoritma tidak hanya dirancang memberikan hasil tetapi juga dirancang menjelaskan alasan di balik rekomendasinya. Dengan seperti itu akan memungkinkan tenaga medis memahami dan memvalidasi keputusan. Model AI dilatih secara kolaboratif di berbagai lokasi tanpa memindahkan data mentah masing-masing lokasi. Hal ini memberikan kesempatan bagi AI untuk terlatih dari kumpulan data yang terdistribusi, namun dengan tetap menjaga privasi data masing-masing lokasi.

2. Manusia yang Beradaptasi dengan AI

Dokter, tenaga kesehatan, dan pasien juga perlu beradaptasi. Tenaga kesehatan perlu mengembangkan diri dalam hal literasi AI, memahami kekuatan dan batasan AI, serta belajar bagaimana mengintegrasikan alat AI ke dalam alur kerja klinis. Ini bukan tentang AI menggantikan dokter atau tenaga kesehatan lainnya, melainkan sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi. Pasien juga perlu diberikan pemahaman tentang peran AI dalam perawatan mereka dan membangun kepercayaan terhadap sistem yang didukung AI melalui edukasi, transparansi, dan jalur komunikasi timbal balik antara tenaga kesehatan dan pasien.

3. Peran Komplementer: AI dalam hal Analisis dan Otomasi, sedangkan Manusia dalam hal Intuisi dan Inovasi

AI unggul dalam hal analisis dan otomasi, misalnya memproses data besar, mengidentifikasi pola, mempercepat pencarian obat, mempersonalisasi pengobatan, dan mengelola data kesehatan dalam populasi masyarakat. Dengan kemampuan AI ini akan membebaskan tenaga kesehatan dari tugas-tugas repetitif, sehingga memungkinkan mereka fokus pada aspek yang lebih kompleks.

Manusia memiliki keunggulan dalam hal intuisi dan inovasi. Dengan kemampuan ini manusia dapat melakukan penalaran dalam rangka membentuk hipotesis baru, manusia memiiki empati, dapat melalukan penilaian etis yang kompleks, dan memiliki pemikiran kreatif di luar pola yang sudah ada dalam menghadapi misteri masa depan medis. Dokter, tenaga kesehatan lainnya, dan peneliti tidak hanya mendiagnosis berdasarkan apa yang mereka lihat, tetapi juga bertanya “mengapa?” dan “bagaimana jika?”. Hal ini akan memicu munculnya terobosan terhadap batas-batas pengetahuan dan menghadirkan solusi untuk masalah yang belum pernah ada sebelumnya.

Kesimpulan

Kecerdasan Buatan (AI) muncul sebagai instrumen revolusioner, menawarkan “mekanisme matematis” untuk memberikan bantuan mengurai kerumitan dalam ekosistem media. Namun, optimisme terhadap AI harus dibarengi dengan pemahaman kritis tentang batasannya. Harmonisasi antara AI dan manusia menjadi simpul kunci yang dapat diawali dengan desain AI yang berpusat pada manusia; edukasi dan pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis, tenaga kesehatan dan pasien; kerangka regulasi dan etika yang jelas; serta kolaborasi multidisiplin antara ilmuwan data, pembuat AI, dokter, tenaga kesehatan lain, ahli etika, dan regulator.

Pada akhirnya, masa depan ekosistem medis akan ditandai oleh simbiotik yang kuat antara mekanisme matematis dan kecerdasan manusia. AI akan berfungsi sebagai peningkat kemampuan, memungkinkan tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya untuk lebih fokus pada aspek-aspek yang membutuhkan empati, penilaian klinis yang kompleks, dan interaksi manusia. Manusia akan tetap menjadi nakhoda, mengarahkan dan mengawasi, memastikan bahwa teknologi ini dirancang, diciptakan, dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan, mengedepankan keselamatan, mendukung kesejahteraan pasien, dan mendorong inovasi tanpa henti untuk kebaikan semesta.

 

Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System


NEXT EVENTS

Leave a Reply

error: Content is protected !!