Cermat Bijak Pajak Seputar SPT Tahunan: Kurang Bayar, Lebih Bayar, Restitusi, dan Pemeriksaan Pajak?
Saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) paling lambat 31 Maret untuk wajib pajak orang peribadi dan 30 April untuk wajib pajak badan. Baik wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha, akan menemui status SPT Nihil, Kurang Bayar (KB) atau Lebih Bayar (LB). Hal ini berkaitan dengan perbandingan antara jumlah pajak terutang dan kredit pajak. Selain itu, juga terdapat istilah “restitusi” terkait pengembalian lebih bayar pajak. Dan yang menarik adalah adanya potensi pemeriksaan pajak terkait restitusi pajak tersebut. Artikel ini membahas ringkas mengenai istilah kurang bayar pajak, lebiah bayar pajak, restitusi, dan pemeriksaan pajak.
Kredit Pajak
Berdasarkan pasal 28 UU PPh, setelah diketahui jumlah pajak yang terutang, wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat mengurangi pajak terutang tersebut dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan. Kredit pajak tersebut berupa:
- pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh;
- pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh;
- pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh;
- pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU PPh;
- pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh;
- pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.
Namun sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang‐undangan di bidang perpajakan yang berlaku tidak boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang.
Kurang Bayar (KB)
Kurang bayar pajak terjadi bila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar daripada kredit pajaknya. Kekurangan pembayaran tersebut harus dilunasi wajib pajak sebelum SPT PPh disampaikan. Jadi wajib pajak harus membayar kekurangan pajak itu supaya status SPT bisa nihil.
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah tahun Pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan. (Pasal 29 UU PPh).
Lebih Bayar (LB)
Jika pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih kecil daripada kredit pajaknya, maka ada kelebihan yang disebut PPh Lebih Bayar. Bila hasil perhitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wajib pajak yang bersangkutan menunjukkan lebih bayar, wajib pajak dapat memilih dua opsi. Pertama, mengkompensasi dengan utang pajak tahun berikutnya atau kedua, mengajukan restitusi (pengembalian pajak).
Restitusi
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak di atas maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi‐sanksinya.
Pemeriksaan Pajak
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) Undang‐undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.
Hal‐hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah:
- kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang;
- keabsahan bukti‐bukti pungutan dan bukti‐bukti potongan pajak serta bukti pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan, buku‐buku dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya pajak penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan.
Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak Wajib Pajak. (Pasal 28A UU PPh).
Baca : Pembahasan lebih dalam tentang MANAJEMEN PAJAK DI MASA PANDEMI
Baca : INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA : TELAH DITERBITKAN PMK 9/2021
Baca : MANAKAH MANAJEMEN PAJAK YANG BAIK DAN BENAR : TAX AVOIDANCE, TAX PLANNING, ATAU TAX EVASION?
Pingback: 8 Pertanyaan Manajemen Pajak Industri Kesehatan dalam Kondisi Pandemi? - widina management