Sunday, July 7, 2024
Artikel

MANAKAH MANAJEMEN PAJAK YANG BAIK DAN BENAR : TAX AVOIDANCE, TAX PLANNING, ATAU TAX EVASION?

Dalam manajemen perpajakan, dikenal beberapa istilah seperti tax avoidance, tax planning, tax evasion, dan anti avoidance rule. Sekilas tampak mirip namun sebebarnya terdapat perbedaan meski keempatnya saling berkaitan. Wajib pajak sebaiknya dapat memahaminya dengan jeli dan mempraktekan  secara bijak, terutama ketika wajib pajak berusaha ‘memainkan’ penghitungan pajak terutang agar dapat mengurangi pengeluaran pada sektor itu. Dalam artikel ini akan coba diulas secara ringkas mengenai apa itu tax avoidance, tax planning, dan tax evasion?

Baca : MANAJEMEN PAJAK DI MASA PANDEMI : Konsep Praktis, Aplikasi, dan Studi Kasus PPN, PPh 21 & OP, dan PPh Badan, Rabu-Jumat, 3-5 Maret 2021

Tax Avoidance (penghindaran pajak)

Secara umum, tax avoidance atau  penghindaran pajak adalah suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara.

Pada dasarnya, tax avoidance ini bersifat sah bila tidak melanggar ketentuan perpajakan apapun. Namun sebaliknya, akan menjadi suatu pelanggaran bila menyalahi ketentuan perpajakan karena  praktik ini pada dasarnya dapat berdampak pada penerimaan pajak negara. Karena itu, tax avoidance berada di area abu-abu (grey area), antara tax compliance dan tax evasion (penggelapan pajak). Pendapat ahli, James Kessler (2004), menyimpulkan tax avoidance sebagai upaya yang dilakukan wajib pajak untuk meminimalkan pajak dengan cara yang bertentangan dengan maksud dan tujuan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Skema penghindaran pajak pada banyak negara dibedakan menjadi penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance). 

Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) memiliki karateristik antara lain tujuan yang baik, bukan untuk menghindari pajak, dan tidak melakukan transaksi palsu. Penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance), memiliki karakteristik antara lain tidak memiliki tujuan yang baik, untuk menghindari pajak, dan menciptakan transaksi palsu. Unacceptable tax avoidance dapat disebut juga aggressive tax planning.

Namun, perlu diingat jika masing-masing negara memiliki pandangan berbeda terhadap acceptable tax avoidance dan unacceptable tax avoidance ini. Jadi ketika melakukan transaksi di suatu negara, praktik pajak ini akan menyesuaikan dengan pengertian yang berlaku di sana.

Tax Planning (perencanaan pajak)

Tax planning adalah usaha wajib pajak untuk meminimalkan pajak terutang melalui skema yang sudah diatur dalam undang-undang perpajakan, serta bersifat tidak menimbulkan perselisihan antara wajib pajak dan otoritas pajak.

Praktik ini boleh dilakukan karena wajib pajak hanya memanfaatkan celah (loophole), seperti mengambil ketentuan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang diperkenankan. Tax planning terdapat dua jenis, yaitu Tax planning domestic (national tax planning) dan Tax planning international.

Tax planning domestic (national tax planning). Penghematan pajak ini hanya memerhatikan undang-undang domestik. Jadi, wajib pajak perlu memilih jenis transaksi yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang berlaku agar dapat mengurangi pajak.

Tax planning international. Penghematan pajak ini tidak hanya memerhatikan undang-undang domestik, tetapi juga memerhatikan undang-undang atau perjanjian pajak dari negara lain yang turut terlibat dalam transaksi.

Tax Evasion (penggelapan pajak)

Tax evasion adalah suatu skema memperkecil pajak terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan, seperti tidak melaporkan sebagian penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif. Secara sederhana, tax evasion sama dengan penggelapan pajak.

 

Hubungan antara Tax Avoidance, Tax Planning, dan Tax Evasion

Baik tax avoidance, tax planning, maupun tax evasion merupakan praktik yang dilakukan wajib pajak untuk mengurangi atau meminimalkan beban pajak yang harus dibayarkan pada negara. Jadi, wajib pajak selaku pelaku usaha (perusahaan atau industri) secara sengaja membuat berbagai skema transaksi penghindaran pajak agar dapat mengurangi besaran pajak terutang yang perlu dibayar. Ketiga praktik tersebut memanfaat celah-celah dalam undang-undang perpajakan agar perusahaan dapat mengurangi atau menghindari bayar pajak.  Harus hati-hati dalam memahami ini, karena tidak semua upaya praktik pajak ini diperbolehkan oleh hukum yang berlaku.

Tax evasion (penggelapan pajak) ini jelas melanggar karena secara jelas mengurangi bayar pajak dengan cara tidak melaporkannya pada negara. Berbeda lagi dengan tax avoidance dan tax planning.  Tax avoidance mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan ketentuan perpajakan suatu negara sehingga dianggap sah dan tidak melanggar hukum. Sedangkan tax planning meminimalkan pajak terutang melalui skema yang telah jelas diatur dalam undang-undang perpajakan dan tidak menimbulkan perselisihan antara subjek pajak dan otoritas pajak.

Bijak dalam manajemen atau pengelolaan pajak sebaiknya dikedepankan secara benar dan baik. Para petugas pajak, para konsultan pajak, dan para penyelia pajak di perusahaan sebaiknya dapat memahami dengan jeli, bijak, dan melakukan praktek-prakek yang baik dan benar. Semua diawali dari niat saat akan melakukan sesuatu. Sebuah pepatah “sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga” setidaknya menjadi pengingat kita bersama.

 

Referensi : James Kessler, “Tax avoidance Purpose and Section 741 of the Taxes Act 1988”, British Tax Review, 4 November 2004

Baca : Cermat Bijak Pajak Seputar SPT Tahunan: Kurang Bayar, Lebih Bayar, Restitusi, dan Pemeriksaan Pajak?

Baca : INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA : TELAH DITERBITKAN PMK 9/2021

4 thoughts on “MANAKAH MANAJEMEN PAJAK YANG BAIK DAN BENAR : TAX AVOIDANCE, TAX PLANNING, ATAU TAX EVASION?

Leave a Reply