Paradoks Kebutuhan dan Keinginan dalam Layanan Kesehatan: Sangat Dibutuhkan di Saat yang Sangat Tidak Diinginkan
Layanan kesehatan memiliki peran vital dalam menjaga dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, keinginan manusia terhadap layanan ini sering kali bertentangan dengan realitas kebutuhan. Layanan kesehatan sering kali menjadi sangat dibutuhkan dan muncul menduduki posisi super prioritas ketika seseorang atau masyarakat mengalami kondisi kritis, tetapi di saat yang sama, kondisi seperti ini sejujurnya tidak pernah menjadi sesuatu yang benar-benar diinginkan oleh sebagian besar orang. Artikel ini membahas fenomena paradoks ini dalam konteks kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan, melalui tinjauan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Artikel juga menjelaskan bagaimana perbedaan waktu antara kebutuhan dan keinginan atas layanan kesehatan mempengaruhi efektivitas pelayanan. Dengan memahami paradoks ini, strategi yang lebih adaptif dan tepat waktu dapat diterapkan untuk memaksimalkan manfaat kesehatan bagi individu dan masyarakat. (Widiyas Hidhayanto, 2024)
Layanan Kesehatan Promotif
Layanan promotif bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat agar menerapkan pola hidup sehat. Contohnya adalah kampanye edukasi gizi dan olahraga. Ironisnya, masyarakat seringkali tidak tertarik pada program promotif ini sebelum ada masalah kesehatan nyata. Dalam banyak kasus, upaya promotif seperti sosialisasi pola makan sehat kurang diminati, padahal dampaknya sangat krusial dalam jangka panjang. Pada tingkat individu, layanan promotif seperti pola hidup sehat, pola makan bergizi, dan konseling kebugaran sering diabaikan. Banyak orang enggan berinvestasi dalam gaya hidup sehat karena merasa sehat di saat itu, hingga akhirnya menyesal saat kondisi memburuk. Ini menunjukkan paradoks bahwa upaya untuk menghindari penyakit kurang menarik meski sebenarnya sangat dibutuhkan.
Layanan Kesehatan Preventif
Pemeriksaan kesehatan rutin, program imunisasi, skrining penyakit menular adalah contoh layanan preventif yang bertujuan mencegah penyakit disaat sudah muncul gejalan atau mencegah penyakit sebelum terjadi wabah. Meskipun jelas dibutuhkan, implementasinya sering terkendala oleh rendahnya partisipasi masyarakat. Hal ini sering kali disebabkan oleh kesalahpahaman, mitos, atau sikap tidak peduli karena risiko tampak jauh di masa depan. Pada level individu, layanan preventif seperti vaksinasi dan cek kesehatan dini sering dihindari. Kebanyakan orang tidak merasa perlu menerima layanan ini karena menganggap mereka tidak akan sakit. Bahkan sebagian orang justru beranggapan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan justru akan menjadi merasa sakit, karena menjadi tahu gejala-gejala dan indikasi penyakit yang selama ini secara tak sadar dan tak dirasa diderita, yang sebelumnya tidak merasa sakit apa-apa karena ketidaktahuan akan kondisi sebenarnya, menjadi tahu kondisi sebenarnya. Selain itu, masih saja terdapat sebagian masyarakat yang memiliki pemahaman penolakan terhadap vaksinasi. Fenomena ini mencerminkan bahwa layanan preventif hanya dianggap relevan ketika ancaman penyakit sudah terjadi.
Layanan Kesehatan Kuratif
Layanan kuratif berfokus pada pengobatan penyakit setelah terdiagnosis, seperti penanganan pengobatan akibat penyakit tertentu, akibat kecelakaan, akibat terpapar virus, bakteri, atau penanganan pengobatan akibat gangguan kesehatan lainnya. Termasuk pemberian obat, tindakan medis, operatif, perawatan inap, atau intensif, atau bentuk penanganan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti klinik, puskesmas, atau rumah sakit. Di sinilah paradoks kebutuhan dan keinginan tampak jelas: masyarakat sangat membutuhkan layanan ini saat kondisi darurat, tetapi sebenarnya berharap untuk tidak pernah menggunakannya. Semakin kritis, urgent, atau darurat kondisi yang dihadapi, maka semakin tinggi tingkat kebutuhannya. Di dalam benak terdalam sebenarnya kondisi kritis, urgent, dan darurat merupakan kondisi yang sejujurnya sangat tidak diinginkan. Pada level individu biasanya baru mencari layanan kuratif saat kondisi sudah parah. Misalnya, banyak orang baru datang ke dokter ketika gejala penyakit sudah akut. Penundaan ini menunjukkan bahwa, meski membutuhkan layanan kesehatan, mereka cenderung menghindarinya sampai tidak ada pilihan lain. Dalam konteks ini, keengganan untuk berhadapan dengan layanan kuratif dapat memperburuk kondisi dan meningkatkan biaya perawatan.
Layanan Kesehatan Rehabilitatif
Layanan rehabilitatif bertujuan memulihkan fungsi dan kualitas hidup, misalnya melalui terapi pasca-cedera atau program pemulihan bagi penyintas penyakit kronis. Sayangnya, program rehabilitasi sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari masyarakat maupun pemangku kebijakan, karena dianggap bukan prioritas mendesak. Ini memperlihatkan bahwa kebutuhan akan pemulihan sering kali datang terlambat, ketika dampak dari penyakit sudah terjadi. Pada level individu, layanan rehabilitatif seperti fisioterapi atau konseling kesehatan mental sering dihindari karena dianggap menyita waktu atau mempermalukan. Pasien sering tidak menyadari pentingnya rehabilitasi hingga kualitas hidup mereka menurun drastis. Ini mencerminkan paradoks bahwa layanan yang sangat diperlukan untuk pemulihan tidak selalu diminati.
Paradoks Kebutuhan dan Keinginan: Implikasi pada Kebijakan Kesehatan
Konflik antara kebutuhan dan keinginan terhadap layanan kesehatan mempengaruhi kebijakan publik dan manajemen fasilitas kesehatan. Dalam banyak kasus, layanan kesehatan harus dirancang untuk mengatasi hambatan psikologis masyarakat terhadap layanan yang sebenarnya mereka butuhkan. Misalnya, kampanye promotif dan preventif harus lebih menarik dan relevan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sebelum penyakit berkembang. Menggunakan pendekatan yang lebih menyentuh, dengan bahasa yang lebih mudah dicerna pada konteks sehari-hari, serta dilengkapi kisah kasus yang menyadarkan terdapat pentingnya layanan kesehatan promotif dan preventif. Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan juga perlu mempertimbangkan bahwa peningkatan aksesibilitas dan pengurangan stigma dapat meminimalkan paradoks ini. Dalam kasus layanan kuratif, optimalisasi teknologi dan telemedicine dapat mengurangi rasa takut terhadap rumah sakit dan meningkatkan akses layanan tanpa harus menunggu kondisi memburuk.
Â
Kesimpulan dan Rekomendasi
Paradoks antara kebutuhan dan keinginan dalam layanan kesehatan menunjukkan bahwa meskipun kesehatan sangat dibutuhkan, layanan tersebut sering tidak diinginkan hingga kondisi kritis terjadi. Layanan promotif dan preventif sering diabaikan karena manfaatnya tidak dirasakan langsung, sementara layanan kuratif dan rehabilitatif sering baru dicari saat tidak ada pilihan lain. Agar layanan kesehatan lebih efektif, pendekatan promotif dan preventif perlu diintegrasikan dalam keseharian masyarakat dengan cara-cara yang lebih menarik. Selain itu, penting bagi penyedia layanan untuk mengembangkan strategi komunikasi yang dapat mengurangi ketakutan dan stigma terhadap layanan kuratif dan rehabilitatif. Paradoks ini menuntut perubahan perspektif agar layanan kesehatan tidak hanya menjadi solusi di saat krisis, tetapi juga bagian penting dari keseharian masyarakat.
Â
Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System
NEXT EVENTS