TRANSFORMASI DIGITAL adalah Tentang PERILAKU dan BUDAYA
Transformasi, apa itu transformasi? Transformasi digital? Banyak pendapat dari para ahli, praktisi dan akademisi telah menjelaskan arti dan makna dari transformasi, terlebih transformasi digital. Kata “adalah” pada judul tulisan ini bukan bermaksud mengawali uraian definisi atas “transformasi digital”. Kata “adalah” tersebut dimaksudkan untuk mengawali suatu hal yang dirasa penting sebagai pemicu dan sekaligus sebagai reaksi dari adanya suatu “transformasi digital”, yaitu perilaku dan budaya manusia.
Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dari segi bahasa, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Colere juga bisa diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture terkadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Menurut E.B Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lain yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Linton, budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu. Budaya memengaruhi banyak aspek kehidupan, di antaranya agama, adat istiadat, politik, bahasa, pakaian, bangunan, hingga karya seni.
Jadi, kebudayaan merupakan sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Pola perilaku membentuk budaya atau budaya mempengaruhi pola perilaku. Bisa jadi benar, bisa jadi salah. Tulisan ini tidak membahas tentang ini mana yang lebih dahulu perilaku atau budaya. Namun tulisan memandang bahwa perilaku dan budaya sebagai satu set yang tak lepas. Hal yang akan dibahas dalam tulisan ini justru mengenai bagaimana perilaku dan budaya manusia tersebut berelasi dengan transformasi digital yang terdorong oleh dari perkembangan teknologi.
Nilai dan keyakinan sangat menentukan bagaimana manusia berperilaku. Teknologi membantu membentuk perilaku dengan bagaimana suatu teknologi bisa dan tidak bisa digunakan dalam kehidupan manusia yang mempengaruhi aktivitas, bahkan pola pikir. Melihat apa yang diyakini orang, apa yang mereka hargai, dan bagaimana mereka berperilaku. Perubahan apa saja dalam hal keyakinan, nilai, dan perilaku yang kemungkinan besar akan membentuk masa depan inovasi teknologi di seluruh industri dan sektor.
PEDULI DAN SADAR PENTINGNYA DATA
Dalam kerangka pikir tentang apa yang akan dilakukan, seorang manusia tanpa disadari berbasis pada suatu informasi, meski belum tentu suatu hal yang komplek, mungkin hanya sekelumit fakta atau bahkan hanya bersifat anggapan. Informasi tersebut tidak lain adalah data. Pada dasarnya data merupakan sekumpulan informasi atau juga keterangan – keterangan dari suatu hal yang diperoleh melalui pengamatan atau juga pencarian ke sumber – sumber tertentu. Data yang diperoleh namun belum diolah lebih lanjut dapat menjadi sebuah fakta atau anggapan.
Untuk membuat keputusan yang berdampak dan berbasis bukti, masa pandemi tahun 2020-2021 telah menjadi tahun ajaran yang sangat berarti bagi organisasi tentang bagaimana memandang pentingnya suatu data. Perubahan regulasi, strategi, dan aksi dituntut lebih luwes sekaligus tegas beradaptasi dengan kondisi dan situasi terkini. Hal ini karena perubahan di masa pandemi tahun 2020-2021 bersifat cepat, jangka pendek, dan situasional. Kecepatan dan ketepatan membaca situasi, mengupdate informasi, menggali data, menganalisa, dan menarik kesimpulan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan ketepatan beradaptasi. Siapa yang lebih cepat dan tepat akan unggul. Suatu aksi akan menjadi berdampak besar jika dilakukan di waktu yang tepat, namun menjadi berdampak lebih kecil atau bahkan null bila dilakukan di waktu yang tidak tepat. Entah itu prematur atau terlambat.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan data, manusia dapat lebih memahami tentang manusia, lingkungan, planet, dan alam semesta, serta dapat menilik kekuatannya, kelemahannya, peluang keuntungan dan ancaman kerugian yang berpotensi berdampak pada dirinya. Sehingga kemampuan dalam mengakes data, menganalisa dan menarik kesimpulan secara cepat dan tepat akan sangat berarti dalam meraih kesuksesan. Perilaku kepedulian dan kesadaran manusia terhadap data seperti ini nampaknya telah mengarah menjadi suatu kebiasaan saat ini, dan sangat mungkin akan diwariskan kepada generasi berikutnya. Bila hal tersebut telah menjadi pola perilaku kebiasaan umum, maka akan membentuk suatu budaya tentang kepedulian dan kesadaran akan pentingnya data. Dan bagi generasi berikutnya budaya tersebut akan mempengaruhi pola perilaku mereka dalam kehidupan. Informasi tentang aktivitas perilaku dapat menjadi elemen data penting untuk lebih mengenai karakter manusia sebagai dasar pengambilan keputusan atas perilaku yang akan dilakukan dalam interaksi antar manusia.
HUMANIORA DIGITAL
Berkembangnya humaniora digital telah menjadi fenomena nyata. Humaniora digital sebagai suatu simpul titik temu antara ilmu-ilmu humaniora seperti sastra, linguistik, kajian media, kajian film, dan komunikasi dengan ilmu komputer. Humaniora digital merangkai aneka ilmu tersebut dengan penggunaan alat-alat digital. Humaniora digital bersifat antardisiplin dan merupakan perpaduan media dan teknologi baru yang saat ini telah digunakan untuk penelitian, pengajaran, dan keterlibatan serta eksperimen intelektual berbasis-humaniora. Humaniora digital ini telah menyumbang percepatan kemajuan dalam berbagai transformasi bentuk pengetahuan dan mengeksplorasi dampak teknologi pada disiplin berbasis kemanusiaan. Dua hal penting terkait munculnya humaniora digital adalah (1) tentang bagaimana ilmu computer dan teknologi digital digunakan dalam aspek-aspek humaniora dan (2) tentang bagaimana humaniora memengaruhi perkembangan ilmu komputer dan teknologi digital.
SOFT SKILL SEBAGAI INTI PEMBERDAYAAN TEKNOLOGI
Seiring semakin meluasnya otomatisasi, permintaan akan soft skill tampaknya akan meningkat. Semangat komunikasi lintas, kreativitas menembus batas, dan kolaborasi membangun nilai menjadi nuansa kental dan seolah menjadi tradisi pola pikir baru. Ketrampilan interpersonal seperti pengajaran, persepsi sosial dan koordinasi seolah semakin menonjolan aspek penilaian dan pengambilan keputusan. Atribut-atribut seperti imajinasi, integritas, dan empati seolah menjadi aspek yang tidak pernah ketinggalan, selalu melekat pada tradisi pola pikir baru dan menjadi daya yang menarik atau daya yang mendorong terjadinya perubahan. Perubahan mewujudkan imajinasi dengan penuh integritas yang dilandasi empati terhadap situasi kondisi saat ini.
Pentingnya soft skill dalam suatu organisasi akan semakin terasa, dikala kita dapat memahami VUCA, yaitu volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas. Akronim yang mencakup semua ini menggambarkan skala dan cakupan perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang sedang kita alami. Membangun tenaga kerja yang terbuka terhadap perubahan dan eksperimen sangat penting. Ini bukan untuk mengatakan bahwa ahli dan spesialis tidak penting. Mereka penting dan harus dipelihara. Tetapi dapat dikatakan bahwa setiap pelatihan literasi digital organisasi atau pengembangan karir harus melampaui keterampilan teknis untuk memasukkan pelatihan dalam soft skill yang esensial.
Soft skill membutuhkan waktu dan perhatian untuk berhasil berkembang. Tren ini akan mempengaruhi bagaimana kita mendefinisikan “literasi digital” dan “kepemimpinan digital” serta bagaimana kita mendidik dan mengembangkan generasi berikutnya secara profesional untuk terbiasa dengan situasi digital, toleran dan sigap terhadap risiko, dan berkembang dalam kondisi VUCA.
ETIKA BERGERAK DARI TEORI KE PRAKTIK
Etika seolah saat ini menjadi benar-benar penting untuk menata dan menjaga perilaku menuju peradaban yang benar dan baik. Etika mulai merasuk dari sekedar teori, dari sekedar tahu dan mengerti, namun benar-benar diuji untuk dipraktikkan sebagai kontrol perilaku. Para pelaku transformasi memerlukan seperangkat “otak” multidisiplin, proses, serta metode baru yang inovatif yang mendukung pemikiran sistem dan desain sosial dengan penuh pertimbangan aspek etika agar mendapatkan daya tarik, menyentuh, tertanam pada rasionalitas, perilaku, dan budaya. Etika dalam peradaban budaya yang melingkari sistem konvensional atau manual, mau tidak mau harus berkembang lebih jeli dan kritis di saat peradaban telah mulai bergeser kepada sistem digital. Semua ini agar arah perkembangan transformasi digital tetap dalam koridor yang baik dan benar bagi peradaban dan membentuk budaya yang positif.
SEMANGAT BARU
Tantangan-tantangan yang dihadapi ini akan memaksa kita untuk mengevaluasi kembali hubungan kita dengan kreativitas dan hubungannya dengan ketidakpastian, dan pada akhirnya risiko. Mereka akan meminta kita untuk lebih memahami dengan cepat. Menjadi pertanyaan menarik di kala begitu banyak intervensi yang sudah dikerjakan dengan baik belum tentu bisa menjamin keberhasilan. Selalu masih ada porsi kemungkinan hasil yang tidak sesuai harapan, menyimpang, tidak sempurna, atau bahkan gagal. Perntanyaan menarik lainnya adalah bagaimana strategi yang mampu melibatkan atau mengaktifkan partisipasi publik secara luas dan kolaboratif dalam mendesain ulang dan memikirkan kembali apa wujud dan bagaimana transformasi digital yang dibutuhkan, bukan sekedar yang diinginkan.
Pembaharuan teknologi lama dan kemunculan teknologi baru telah menjadi rangsangan untuk merestrukturisasi hubungan sosial. Seolah kita jadi selalu berusaha mereformasi diri, meredefinisi lagi tentang apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan, dan merangkai kembali langkah bagaimana mewujudkan apa yang dibutuhkan atauapa yang diinginkan tersebut. Teknologi memberi bantuan dorongan untuk berinovasi, meski sebenarnya teknologi sendiri lahir dari adanya inovasi. Teknologi yang digunakan dalam interaksi manusia dalam banyak aspek. Jadi sangat mungkin akan muncul semangat baru transformasi digital yang dipimpin bukan hanya dari industri teknologi atau pakar teknologi. Namun semangat baru transformasi digital sangat mungkin muncul dari aspek sosial yang non-teknologi yang ingin berinteraksi, beradaptasi, atau berkolaborasi dengan aspek teknologi dalam upaya memecahkan permasalahan dan menghadirkan solusi secara lebih cerdas, berdampak luas, jangka panjang, dan mudah diadaptasi.
Penulis :
Widiyas Hidhayanto
widiyas_hid@yahoo.com
Principal Consultant WIDINA management
Strategy, Costing, Finance, Accounting, Operation, Kaizen-Lean, Marketing, Information System